Penurunan luas lahan adat suku Dayak Tonyooi kampung Barong Tongkok kabupaten Kutai Barat propinsi Kalimantan Timur 1930-2007
Main Authors: | Shutaro Hongo, author, Add author: I Ketut Surajaya, supervisor, Add author: Susanto Zuhdi, supervisor, Add author: Priyanto Wibowo, examiner, Add author: Magdalia, examiner, Add author: Tri Wahyuning M. Irsyam, examiner |
---|---|
Format: | Masters Bachelors |
Terbitan: |
, 2009
|
Subjects: | |
Online Access: |
https://lib.ui.ac.id/detail?id=122213 |
ctrlnum |
122213 |
---|---|
fullrecord |
<?xml version="1.0"?>
<dc schemaLocation="http://www.openarchives.org/OAI/2.0/oai_dc/ http://www.openarchives.org/OAI/2.0/oai_dc.xsd"><type>Thesis:Masters</type><title>Penurunan luas lahan adat suku Dayak Tonyooi kampung Barong Tongkok kabupaten Kutai Barat propinsi Kalimantan Timur 1930-2007</title><creator>Shutaro Hongo, author</creator><creator>Add author: I Ketut Surajaya, supervisor</creator><creator>Add author: Susanto Zuhdi, supervisor</creator><creator>Add author: Priyanto Wibowo, examiner</creator><creator>Add author: Magdalia, examiner</creator><creator>Add author: Tri Wahyuning M. Irsyam, examiner</creator><publisher/><date>2009</date><subject>Land use -- Kalimantan Timur -- 1930-2007</subject><description>Tesis ini bertujuan untuk mengetahui kecendurungan alih fungsi sejarah lahan adat dari tahun 1930-2007 dan faktor-faktor yang menyebabkan penurunan luas, manfaat, resiko atau kendala terhadap masyarakat di Kampung Barong Tongkok Kabupaten Kutai Barat Provinsi Kalimantan Timur.
Metode penelitian dilakukan dengan menyusuri sejarah dari literatur yang tersedia, melakukan wawancara langsung kepada tokoh-tokoh adat, tokoh formal pemerintahan, tokoh masyarakat lainnya dengan memanfaatkan kuesioner sebagai pemandu wawancara jumpa responden.
Tipe reponden bagi ke dalam responden kunci, responden kasus dan responden spontan. Untuk mengetahui luas lahan adat dan posisi geografis dilakukan pendataan melalui alat Global Position System (GPS), kemudian dianalisis dengan program komputer sistem arcview dan sistem surfer.
Catatan penting hasil penelitian bahwa pada tahun 1930 luas Kampung Barong Tongkok 5243 Ha, yang mempunyai luas lahan adat Maleo 544,5 Ha dan tenam 329,5 Ha dan sisanya merupakan hutan yang dapat dimanfaatkan sebagai perladangan warga suku Dayak Tonyooi. Masa kolonial Belanda (1930-1941), pembangunan fasilitas umum yaitu sekolah dasar dibangun oleh kolonial Belanda, dan mengembangkan sistem perdagangan hasil hutan non-kayu untuk menambah pendapatan uang tunai, sebab pendapatan dari hasil pertanian hanya dapat dimanfaatkan kebutuhan sendiri (subsistens), kebijakan pemerintah Belanda membawa dampak peningkatan penduduk di Barong Tongkok dan para pedagang dari luar Kalimantan bermukim di Melak, karena dibangunnya jalan transportasi dari Melak ke Barong Tongkok. Kebijakan itu berpengaruh terhadap pembukaan lahan hutan untuk ladang 1% pertahun.
Pada masa pra kemerdekaan (1945-1950) terjadi peperangan antara tentara Jepang dan sekutu (Australia) menyerang Barong Tongkok sehingga menghancurkan lamin/rumah panjang. Kehancuran lamin menyebabkan awal berkurangnya komunikasi hukum-hukum adat karena mereka membangun rumah tunggal. Masa pembangunan di Kalimantan Timur (1960-2000) Kehadiran transmigran (1964) sebagai sekarelawan bertujuan untuk membantu keamanan konfrontasi dengan Malaysia dan penyediaan tenaga kerja pengembangan pembangunan pertanian, namun mempunyai dampak kecemburuan tentang pemberian hak pemilikan lahan pertanian bersertifikat, ini memicu orang dayak ingin mempunyai lahan bersertifikat dan pada suatu saat dapat dijual.
Pada tahun 1975 kehadiran Hak Pengusahaan Hutan (HPH) mempunyai dampak positif dan negatif. Terutama penyediaan tenaga kerja, pembukaan isolasi peningkatan, permintaan kebutuhan pangan namun dampak negatif adalah berkurangnya pendapatan dari hasil hutan dan penurunnya kualitas lahan pertanian karena terbatasnya lahan usaha ladang, pada masa itu mengurangi luas hutan primer untuk lahan hutan 7,5% pertahun. Pada tahun 1982 ? 1995 pemerintah membangun proyek perkebunan karet utuk mengatasi ekstensifikasi perladangan namun proyek ini tidak dapat mengatasi peningkatan pendapatan.
Pada masa reformasi dan otonomi daerah (2001-2007) pembangunan fasilitas perkantoran pemerintah, rumah sakit, jalan, kantor kepolisian, kantor pengadilan dan kejaksaan serta peningkatan jumlah penduduk dari akibat terbukanya fasilitas jalan raya provinsi yang menghubungkan Samarinda-Kutai Barat, di masa era reformasi menurunkan luas lahan primer 19% petahun untuk perladangan. Di masa itu pula, komunikasi bisnis makin berkembang peluang penjualan lahan adat secara sadar dan seksama disepakati dapat dijual sehingga dari tahun 2000 - 2007 terjual luas lahan 270 Ha yang dapat memenuhi kebutuhan hidup 3000 jiwa dengan pendapatan uang tunai 4,2 juta rupiah/tahun/jiwa, pemasukan dana segar kepada lembaga adat dan kepala kampung masing-masing sekitar 135 juta rupiah/tahun serta pemerintah kabupaten dan kecamatan 405 juta rupiah/tahun.
Faktor penyebab penurunan luas lahan adat adalah (1) ekonomi rakyat semakin menurun sehingga memaksa untuk menjual tanah ulayat yang menjadi tanah pribadi. (2) Kebutuhan pembangunan fasilitas publik yang harus dibangun tanah ulayat sehingga menurunkan luas lahan adat. (3) Pesatnya jumlah penduduk yang tidak seimbang dengan daya dukung lahan produktifitas hasil pertanian, sehingga masyarakat menjual sebagian tanah. (4) rusaknya ekosistem sumber daya hutan akibat dari eksploitasi hutan yang tidak berbadasarkan kaidah ilmiah, yang berakibat timbulnya kebakaran sehingga berdampak kurangnya pendapatan dari hasil hutan. Sulit memperoleh hasil buruan protein hewani, madu, rotan kulitkulit binatang, obat-obatan baik fauna dan flora.
Dampak positif lainnya pembangunan fasilitas publik pendidikan menjadi meningkat, pelayanan kesehatan tersedia baik, transportasi perdagangan lancar, komunikasi masyarakat lebih baik dan lancar, pengetahuan dan informasi nasional serta internasional dapat diketahui oleh seluruh masyarakat.
<hr>
The purpose research is to know the historical function exchanges of the ethnic land in the year 1930-2007 and the factors caused in wide reducing, usage, risk or problem to the people in Barong Tongkok village, Kutai Barat sub district, East Kalimantan province.
The research method was conducted by the present literature study, direct interviewing to the top of ethnic, government officials, other people using questionnaire as the interviewing direction to the volunteer.
The volunteer types were divided by the central volunteer, cases volunteer and spontaneous volunteer. It used data information Global Position System (GPS) to know the ethnic land wide and the geographic position, and then analyzed by the system computer arc view and surfer system programs.
The research result of important evidence was in the year 1930 the wide of Barong Tongkok village has 5243 ha, where the land Maleo ethnic has 544.5 ha, Tenam has 329.5 ha and the other was the forest which use area as the people plantation Dayak Tonyooi ethnic. In the Netherlands colonialism era (1930-1941), the social facility was developed by Netherlands colonialism, and it developed the non timber forest products trade system to add the income money cash because the income of agriculture products was only use to the demand itself (subsistent). The Netherlands government policy made impact to the people income in Barong Tongkok and the outside Kalimantan seller who live in Melak because the street transportation development from Melak to Barong Tongkok. The policy give impact to the forest land opening for plantation 1% every year.
In the pre freedom era (1945-1950) was happened the war between Japan and United (Australia) attacked to Barong Tongkok which caused the lamin/long house destroying. The lamin destroying caused to early reducing of the custom laws communication because they built single home. In the East Kalimantan development (1960-2000), the transmigrates presence (1964) as volunteer was purposed to help the confrontation safety with Malaysia and to supply the workers of agriculture development, but it has suspicious impact about the giving of the property right agriculture land with certificate which caused the Dayak people want to have the land?s certification which can be sold sometimes.
In the year 1975, the presence of the Right of Forest Effort has positive and negative impacts, such as the workers supplying, the increasing of isolation opening and the demand on need food but the negative impact was reducing income from forest products and decreasing of the agriculture land quality caused the limitation land of plantation effort, then in that time which caused the wide of primary forest for plantation 7.5% every year. In the year 1982-1995, the government built the plantation rubber project to solve the plantation ekstensification, but this project can?t solve the increasing income.
In the reformation and district autonomy (2001-2007) the development government office facility, hospital, street, police office, judgment and prosecutor office, and increasing of people amount which caused from the opening of province railways facility which connect Samarinda-Kutai Barat, was decrease the wide of primary forest 19% every year for plantation. In that time, the business communication grows more than before; the custom land selling opportunity consciously and clearly was agreed and can be sold, so that in the year 2000-2007 was sold the land 270 ha in wide, which can fulfill the life goods 3000 people by cash money income 4.2 billion rupiahs/year/person, the fresh money income to the custom council and each the head village 135 billion rupiahs/year, and the sub district government and district 405 billion rupiahs/year.
The caused factor of the wide custom land decreasing were (1) the people economics will decrease, so it push the society to sell the custom land be private land. (2) The development goods of public facility must be built the custom land so it decreases of the custom land. (3) The imbalance between the growing total amounts of people with the land supporting effort for agriculture productivity, so the people sell their land. (4) The ecosystem damage of forest effort source caused from the forest exploitation which didn't based on the scientific toolkit, that cause to burning then it impact to decrease income from forest product. It's difficult to get the meat from hunting animal, honey, rattan, animal skin, medicine, flora and fauna.
The other positive impact were the development of education public facility being increased, the health service?s good, the trade transportation?s fluent, the people communication?s good and fluent, the knowing national and international information can be know by all of the people.</description><identifier>https://lib.ui.ac.id/detail?id=122213</identifier><recordID>122213</recordID></dc>
|
format |
Thesis:Masters Thesis Thesis:Bachelors |
author |
Shutaro Hongo, author Add author: I Ketut Surajaya, supervisor Add author: Susanto Zuhdi, supervisor Add author: Priyanto Wibowo, examiner Add author: Magdalia, examiner Add author: Tri Wahyuning M. Irsyam, examiner |
title |
Penurunan luas lahan adat suku Dayak Tonyooi kampung Barong Tongkok kabupaten Kutai Barat propinsi Kalimantan Timur 1930-2007 |
publishDate |
2009 |
topic |
Land use -- Kalimantan Timur -- 1930-2007 |
url |
https://lib.ui.ac.id/detail?id=122213 |
contents |
Tesis ini bertujuan untuk mengetahui kecendurungan alih fungsi sejarah lahan adat dari tahun 1930-2007 dan faktor-faktor yang menyebabkan penurunan luas, manfaat, resiko atau kendala terhadap masyarakat di Kampung Barong Tongkok Kabupaten Kutai Barat Provinsi Kalimantan Timur.
Metode penelitian dilakukan dengan menyusuri sejarah dari literatur yang tersedia, melakukan wawancara langsung kepada tokoh-tokoh adat, tokoh formal pemerintahan, tokoh masyarakat lainnya dengan memanfaatkan kuesioner sebagai pemandu wawancara jumpa responden.
Tipe reponden bagi ke dalam responden kunci, responden kasus dan responden spontan. Untuk mengetahui luas lahan adat dan posisi geografis dilakukan pendataan melalui alat Global Position System (GPS), kemudian dianalisis dengan program komputer sistem arcview dan sistem surfer.
Catatan penting hasil penelitian bahwa pada tahun 1930 luas Kampung Barong Tongkok 5243 Ha, yang mempunyai luas lahan adat Maleo 544,5 Ha dan tenam 329,5 Ha dan sisanya merupakan hutan yang dapat dimanfaatkan sebagai perladangan warga suku Dayak Tonyooi. Masa kolonial Belanda (1930-1941), pembangunan fasilitas umum yaitu sekolah dasar dibangun oleh kolonial Belanda, dan mengembangkan sistem perdagangan hasil hutan non-kayu untuk menambah pendapatan uang tunai, sebab pendapatan dari hasil pertanian hanya dapat dimanfaatkan kebutuhan sendiri (subsistens), kebijakan pemerintah Belanda membawa dampak peningkatan penduduk di Barong Tongkok dan para pedagang dari luar Kalimantan bermukim di Melak, karena dibangunnya jalan transportasi dari Melak ke Barong Tongkok. Kebijakan itu berpengaruh terhadap pembukaan lahan hutan untuk ladang 1% pertahun.
Pada masa pra kemerdekaan (1945-1950) terjadi peperangan antara tentara Jepang dan sekutu (Australia) menyerang Barong Tongkok sehingga menghancurkan lamin/rumah panjang. Kehancuran lamin menyebabkan awal berkurangnya komunikasi hukum-hukum adat karena mereka membangun rumah tunggal. Masa pembangunan di Kalimantan Timur (1960-2000) Kehadiran transmigran (1964) sebagai sekarelawan bertujuan untuk membantu keamanan konfrontasi dengan Malaysia dan penyediaan tenaga kerja pengembangan pembangunan pertanian, namun mempunyai dampak kecemburuan tentang pemberian hak pemilikan lahan pertanian bersertifikat, ini memicu orang dayak ingin mempunyai lahan bersertifikat dan pada suatu saat dapat dijual.
Pada tahun 1975 kehadiran Hak Pengusahaan Hutan (HPH) mempunyai dampak positif dan negatif. Terutama penyediaan tenaga kerja, pembukaan isolasi peningkatan, permintaan kebutuhan pangan namun dampak negatif adalah berkurangnya pendapatan dari hasil hutan dan penurunnya kualitas lahan pertanian karena terbatasnya lahan usaha ladang, pada masa itu mengurangi luas hutan primer untuk lahan hutan 7,5% pertahun. Pada tahun 1982 ? 1995 pemerintah membangun proyek perkebunan karet utuk mengatasi ekstensifikasi perladangan namun proyek ini tidak dapat mengatasi peningkatan pendapatan.
Pada masa reformasi dan otonomi daerah (2001-2007) pembangunan fasilitas perkantoran pemerintah, rumah sakit, jalan, kantor kepolisian, kantor pengadilan dan kejaksaan serta peningkatan jumlah penduduk dari akibat terbukanya fasilitas jalan raya provinsi yang menghubungkan Samarinda-Kutai Barat, di masa era reformasi menurunkan luas lahan primer 19% petahun untuk perladangan. Di masa itu pula, komunikasi bisnis makin berkembang peluang penjualan lahan adat secara sadar dan seksama disepakati dapat dijual sehingga dari tahun 2000 - 2007 terjual luas lahan 270 Ha yang dapat memenuhi kebutuhan hidup 3000 jiwa dengan pendapatan uang tunai 4,2 juta rupiah/tahun/jiwa, pemasukan dana segar kepada lembaga adat dan kepala kampung masing-masing sekitar 135 juta rupiah/tahun serta pemerintah kabupaten dan kecamatan 405 juta rupiah/tahun.
Faktor penyebab penurunan luas lahan adat adalah (1) ekonomi rakyat semakin menurun sehingga memaksa untuk menjual tanah ulayat yang menjadi tanah pribadi. (2) Kebutuhan pembangunan fasilitas publik yang harus dibangun tanah ulayat sehingga menurunkan luas lahan adat. (3) Pesatnya jumlah penduduk yang tidak seimbang dengan daya dukung lahan produktifitas hasil pertanian, sehingga masyarakat menjual sebagian tanah. (4) rusaknya ekosistem sumber daya hutan akibat dari eksploitasi hutan yang tidak berbadasarkan kaidah ilmiah, yang berakibat timbulnya kebakaran sehingga berdampak kurangnya pendapatan dari hasil hutan. Sulit memperoleh hasil buruan protein hewani, madu, rotan kulitkulit binatang, obat-obatan baik fauna dan flora.
Dampak positif lainnya pembangunan fasilitas publik pendidikan menjadi meningkat, pelayanan kesehatan tersedia baik, transportasi perdagangan lancar, komunikasi masyarakat lebih baik dan lancar, pengetahuan dan informasi nasional serta internasional dapat diketahui oleh seluruh masyarakat.
<hr>
The purpose research is to know the historical function exchanges of the ethnic land in the year 1930-2007 and the factors caused in wide reducing, usage, risk or problem to the people in Barong Tongkok village, Kutai Barat sub district, East Kalimantan province.
The research method was conducted by the present literature study, direct interviewing to the top of ethnic, government officials, other people using questionnaire as the interviewing direction to the volunteer.
The volunteer types were divided by the central volunteer, cases volunteer and spontaneous volunteer. It used data information Global Position System (GPS) to know the ethnic land wide and the geographic position, and then analyzed by the system computer arc view and surfer system programs.
The research result of important evidence was in the year 1930 the wide of Barong Tongkok village has 5243 ha, where the land Maleo ethnic has 544.5 ha, Tenam has 329.5 ha and the other was the forest which use area as the people plantation Dayak Tonyooi ethnic. In the Netherlands colonialism era (1930-1941), the social facility was developed by Netherlands colonialism, and it developed the non timber forest products trade system to add the income money cash because the income of agriculture products was only use to the demand itself (subsistent). The Netherlands government policy made impact to the people income in Barong Tongkok and the outside Kalimantan seller who live in Melak because the street transportation development from Melak to Barong Tongkok. The policy give impact to the forest land opening for plantation 1% every year.
In the pre freedom era (1945-1950) was happened the war between Japan and United (Australia) attacked to Barong Tongkok which caused the lamin/long house destroying. The lamin destroying caused to early reducing of the custom laws communication because they built single home. In the East Kalimantan development (1960-2000), the transmigrates presence (1964) as volunteer was purposed to help the confrontation safety with Malaysia and to supply the workers of agriculture development, but it has suspicious impact about the giving of the property right agriculture land with certificate which caused the Dayak people want to have the land?s certification which can be sold sometimes.
In the year 1975, the presence of the Right of Forest Effort has positive and negative impacts, such as the workers supplying, the increasing of isolation opening and the demand on need food but the negative impact was reducing income from forest products and decreasing of the agriculture land quality caused the limitation land of plantation effort, then in that time which caused the wide of primary forest for plantation 7.5% every year. In the year 1982-1995, the government built the plantation rubber project to solve the plantation ekstensification, but this project can?t solve the increasing income.
In the reformation and district autonomy (2001-2007) the development government office facility, hospital, street, police office, judgment and prosecutor office, and increasing of people amount which caused from the opening of province railways facility which connect Samarinda-Kutai Barat, was decrease the wide of primary forest 19% every year for plantation. In that time, the business communication grows more than before; the custom land selling opportunity consciously and clearly was agreed and can be sold, so that in the year 2000-2007 was sold the land 270 ha in wide, which can fulfill the life goods 3000 people by cash money income 4.2 billion rupiahs/year/person, the fresh money income to the custom council and each the head village 135 billion rupiahs/year, and the sub district government and district 405 billion rupiahs/year.
The caused factor of the wide custom land decreasing were (1) the people economics will decrease, so it push the society to sell the custom land be private land. (2) The development goods of public facility must be built the custom land so it decreases of the custom land. (3) The imbalance between the growing total amounts of people with the land supporting effort for agriculture productivity, so the people sell their land. (4) The ecosystem damage of forest effort source caused from the forest exploitation which didn't based on the scientific toolkit, that cause to burning then it impact to decrease income from forest product. It's difficult to get the meat from hunting animal, honey, rattan, animal skin, medicine, flora and fauna.
The other positive impact were the development of education public facility being increased, the health service?s good, the trade transportation?s fluent, the people communication?s good and fluent, the knowing national and international information can be know by all of the people. |
id |
IOS18064.122213 |
institution |
Universitas Indonesia |
institution_id |
51 |
institution_type |
library:university library |
library |
Perpustakaan Universitas Indonesia |
library_id |
492 |
collection |
Repository Skripsi (open) Universitas Indonesia |
repository_id |
18064 |
city |
KOTA DEPOK |
province |
JAWA BARAT |
repoId |
IOS18064 |
first_indexed |
2022-12-13T09:08:47Z |
last_indexed |
2022-12-13T09:08:47Z |
recordtype |
dc |
merged_child_boolean |
1 |
_version_ |
1752196614561202176 |
score |
17.610611 |