Independensi dan akuntabilitas hakim agung dalam putusan peninjauan kembali I Kajian terhadap interpretasi Pasal 263 ayat (1) KUHAP dalam putusan peninjauan kembali perkara pidana periode 2000-2010 = Judical independenscy and accountability of the supreme court judges in the judical in The Evaluation of the interpretation of the article 263 Par (1) of the act of Indonesia criminal procedur
Main Authors: | Andreas Eno Tirtakusuma, author, Add author: Harkristuti Harkrisnowo, promotor, Add author: Pangaribuan, Luhut M.P., co-promotor, Add author: Kriekhoff, Valerine Jaqueline Leanore, examiner, Add author: Andi Hamzah, examiner, Add author: Topo Santoso, examiner, Add author: Surastini Fitriasih, examiner |
---|---|
Format: | Doctoral Bachelors |
Terbitan: |
Universitas Indonesia
, 2014
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://lontar.ui.ac.id/detail?id=20487703 |
ctrlnum |
20487703 |
---|---|
fullrecord |
<?xml version="1.0"?>
<dc schemaLocation="http://www.openarchives.org/OAI/2.0/oai_dc/ http://www.openarchives.org/OAI/2.0/oai_dc.xsd"><type>Thesis:Doctoral</type><title>Independensi dan akuntabilitas hakim agung dalam putusan peninjauan kembali I : Kajian terhadap interpretasi Pasal 263 ayat (1) KUHAP dalam putusan peninjauan kembali perkara pidana periode 2000-2010 = Judical independenscy and accountability of the supreme court judges in the judical in The Evaluation of the interpretation of the article 263 Par (1) of the act of Indonesia criminal procedur</title><creator>Andreas Eno Tirtakusuma, author</creator><creator>Add author: Harkristuti Harkrisnowo, promotor</creator><creator>Add author: Pangaribuan, Luhut M.P., co-promotor</creator><creator>Add author: Kriekhoff, Valerine Jaqueline Leanore, examiner</creator><creator>Add author: Andi Hamzah, examiner</creator><creator>Add author: Topo Santoso, examiner</creator><creator>Add author: Surastini Fitriasih, examiner</creator><publisher>Universitas Indonesia</publisher><date>2014</date><subject>Criminal law (Adat law) -- Indonesia</subject><description>Penelitian ini bertujuan untuk meneliti praktik interpretasi Pasal 263 ayat (1) KUHAP, khususnya dari Putusan-putusan MA dalam periode tahun 2000 hingga tahun 2010. Penelitian ini juga mencoba menemukan diskripsi pelaksanaan independensi yudisial dalam praktik interpretasi ketentuan tersebut dan menganalisa akuntabilitas yudisial, sebagai bagian dari independensi hakim. Dalam praktiknya, Pasal 263 ayat (1) KUHAP dapat menimbulkan persoalan-persoalan: Putusan pengadilan yang mana yang terhadapnya dapat diajukan permohonan PK? Siapakah yang dapat mengajukan permohonan PK? Untuk menjawab persoalan- persoalan yang demikian, MA ternyata telah membuat putusan-putusan yang bertolak belakang. MA melakukan interpretasi ketentuan Pasal 263 ayat (1) KUHAP tetapi dengan kesimpulan berbeda pada beberapa kasus. Menginterpretasi aturan hukum adalah upaya menemukan makna dari aturan hukum itu, artinya mendistilasi atau menarik keluar dan menampilkannya ke permukaan kaidah hukum atau makna hukum yang tercantum atau tersembunyi di dalam aturan hukum yang bersangkutan. Tentang cara atau metode untuk menemukan kaidah hukum itu, metode interpretasi klasik biasanya mencakup metode gramatikal, historis, sistematikal, teologikal dan sosiologikal, yang tentang penggunaannya tidak ada ketentuan tentang urutan hierarkhikal. Tidaklah mustahil bila masing-masing metode tersebut akan menghasilkan tafsiran yang berbeda-beda. Itulah yang menjadi penyebab mengapa Putusan-putusan MA dapat menjadi inkonsisten. Padahal, Putusan MA harusnya menjadi yurisprudensi, yang merupakan hukum juga. Sekalipun hakim di Indonesia tidak harus terikat pada putusan mengenai perkara yang sejenis yang pernah diputus tetapi akan janggal kalau peristiwa yang serupa diputus berlainan. Dalam mempraktikkan independensinya untuk menginterpretasi suatu pasal, hakim memiliki diskresi dan dapat saja berbeda pendapat (dissenting opinion). Dari pelaksanaan diskresi dan independensinya tersebut, hakim perlu melaksanakan akuntabilitasnya. Sebagaimana independensi tidak bisa dilepaskan dari akuntabilitas karena keduanya seperti dua sisi dari mata uang yang sama.
<hr />
This research was aimed to examine the practice of interpretation of the Article 263 paragraph (1) Indonesia Criminal Procedure Code, in particular from the Supreme Court decisions during 2000 to 2010. The research also tried to find a description of the implementation of the judicial independence in interpreting the provision, then analyzing the judicial accountability, as part of the judicial independence. The formulation of the Article 263 paragraph (1) Criminal Procedure Code, in practice, can lead to problems: Which court decision can be filed for the review? Who can apply for the review? To answer such matters, the Supreme Court has given various decisions, some of them are contradicting. The Supreme Court must interpret the Article 263 paragraph (1). Interpreting the provision is an attempt to find or to pull out and display the hidden meaning of the provision to the surface. It has been developed various methods of interpretation, including grammatical, historical, systematical, theological and sociological. About the use of the methods, there is no rule for their hierarchical. It may be impossible that the using of all methods will give the similar output. Different method can give different interpretation. That is why the Supreme Court produce inconsistent decisions. In fact, the decisions shall be precedence, which is also as law. Even though Indonesia judges are not tied to follow the previous judges decisions for similar cases, it will be awkward if similar cases have different decisions. In practicing independency in interpreting the provision, the judge has discretion and can have different opinions (dissenting). The judges discretion and the judicial independence need to implement accountability. The independency and accountability cannot be separated as they are two sides of the same coin.</description><identifier>http://lontar.ui.ac.id/detail?id=20487703</identifier><recordID>20487703</recordID></dc>
|
format |
Thesis:Doctoral Thesis Thesis:Bachelors |
author |
Andreas Eno Tirtakusuma, author Add author: Harkristuti Harkrisnowo, promotor Add author: Pangaribuan, Luhut M.P., co-promotor Add author: Kriekhoff, Valerine Jaqueline Leanore, examiner Add author: Andi Hamzah, examiner Add author: Topo Santoso, examiner Add author: Surastini Fitriasih, examiner |
title |
Independensi dan akuntabilitas hakim agung dalam putusan peninjauan kembali I : Kajian terhadap interpretasi Pasal 263 ayat (1) KUHAP dalam putusan peninjauan kembali perkara pidana periode 2000-2010 = Judical independenscy and accountability of the supreme court judges in the judical in The Evaluation of the interpretation of the article 263 Par (1) of the act of Indonesia criminal procedur |
title_sub |
Kajian terhadap interpretasi Pasal 263 ayat (1) KUHAP dalam putusan peninjauan kembali perkara pidana periode 2000-2010 = Judical independenscy and accountability of the supreme court judges in the judical in The Evaluation of the interpretation of the article 263 Par (1) of the act of Indonesia criminal procedur |
publisher |
Universitas Indonesia |
publishDate |
2014 |
topic |
Criminal law (Adat law) -- Indonesia |
url |
http://lontar.ui.ac.id/detail?id=20487703 |
contents |
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti praktik interpretasi Pasal 263 ayat (1) KUHAP, khususnya dari Putusan-putusan MA dalam periode tahun 2000 hingga tahun 2010. Penelitian ini juga mencoba menemukan diskripsi pelaksanaan independensi yudisial dalam praktik interpretasi ketentuan tersebut dan menganalisa akuntabilitas yudisial, sebagai bagian dari independensi hakim. Dalam praktiknya, Pasal 263 ayat (1) KUHAP dapat menimbulkan persoalan-persoalan: Putusan pengadilan yang mana yang terhadapnya dapat diajukan permohonan PK? Siapakah yang dapat mengajukan permohonan PK? Untuk menjawab persoalan- persoalan yang demikian, MA ternyata telah membuat putusan-putusan yang bertolak belakang. MA melakukan interpretasi ketentuan Pasal 263 ayat (1) KUHAP tetapi dengan kesimpulan berbeda pada beberapa kasus. Menginterpretasi aturan hukum adalah upaya menemukan makna dari aturan hukum itu, artinya mendistilasi atau menarik keluar dan menampilkannya ke permukaan kaidah hukum atau makna hukum yang tercantum atau tersembunyi di dalam aturan hukum yang bersangkutan. Tentang cara atau metode untuk menemukan kaidah hukum itu, metode interpretasi klasik biasanya mencakup metode gramatikal, historis, sistematikal, teologikal dan sosiologikal, yang tentang penggunaannya tidak ada ketentuan tentang urutan hierarkhikal. Tidaklah mustahil bila masing-masing metode tersebut akan menghasilkan tafsiran yang berbeda-beda. Itulah yang menjadi penyebab mengapa Putusan-putusan MA dapat menjadi inkonsisten. Padahal, Putusan MA harusnya menjadi yurisprudensi, yang merupakan hukum juga. Sekalipun hakim di Indonesia tidak harus terikat pada putusan mengenai perkara yang sejenis yang pernah diputus tetapi akan janggal kalau peristiwa yang serupa diputus berlainan. Dalam mempraktikkan independensinya untuk menginterpretasi suatu pasal, hakim memiliki diskresi dan dapat saja berbeda pendapat (dissenting opinion). Dari pelaksanaan diskresi dan independensinya tersebut, hakim perlu melaksanakan akuntabilitasnya. Sebagaimana independensi tidak bisa dilepaskan dari akuntabilitas karena keduanya seperti dua sisi dari mata uang yang sama.
<hr />
This research was aimed to examine the practice of interpretation of the Article 263 paragraph (1) Indonesia Criminal Procedure Code, in particular from the Supreme Court decisions during 2000 to 2010. The research also tried to find a description of the implementation of the judicial independence in interpreting the provision, then analyzing the judicial accountability, as part of the judicial independence. The formulation of the Article 263 paragraph (1) Criminal Procedure Code, in practice, can lead to problems: Which court decision can be filed for the review? Who can apply for the review? To answer such matters, the Supreme Court has given various decisions, some of them are contradicting. The Supreme Court must interpret the Article 263 paragraph (1). Interpreting the provision is an attempt to find or to pull out and display the hidden meaning of the provision to the surface. It has been developed various methods of interpretation, including grammatical, historical, systematical, theological and sociological. About the use of the methods, there is no rule for their hierarchical. It may be impossible that the using of all methods will give the similar output. Different method can give different interpretation. That is why the Supreme Court produce inconsistent decisions. In fact, the decisions shall be precedence, which is also as law. Even though Indonesia judges are not tied to follow the previous judges decisions for similar cases, it will be awkward if similar cases have different decisions. In practicing independency in interpreting the provision, the judge has discretion and can have different opinions (dissenting). The judges discretion and the judicial independence need to implement accountability. The independency and accountability cannot be separated as they are two sides of the same coin. |
id |
IOS18064.20487703 |
institution |
Universitas Indonesia |
institution_id |
51 |
institution_type |
library:university library |
library |
Perpustakaan Universitas Indonesia |
library_id |
492 |
collection |
Repository Skripsi (open) Universitas Indonesia |
repository_id |
18064 |
city |
KOTA DEPOK |
province |
JAWA BARAT |
repoId |
IOS18064 |
first_indexed |
2022-12-13T09:17:18Z |
last_indexed |
2022-12-13T09:17:18Z |
recordtype |
dc |
merged_child_boolean |
1 |
_version_ |
1752208593266933760 |
score |
17.205004 |