Proses Pembentukan Kelompok-kelompok Sosial Lokal di Lingkungan Perkampungan dalam Kota: Studi Kasus di Lingkungan Perkampungan Wilayah Kelurahan Palmerah-Jakarta Barat
Main Authors: | Edy Siswoyo, author, Add author: Wuisman, Jan Jacques Jeroen Maria, supervisor, Add author: Sukanti Suryochondro, supervisor, Add author: Kamanto Sunarto, examiner |
---|---|
Format: | Masters Bachelors |
Terbitan: |
, 1988
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://lontar.ui.ac.id/detail?id=82912 |
ctrlnum |
82912 |
---|---|
fullrecord |
<?xml version="1.0"?>
<dc schemaLocation="http://www.openarchives.org/OAI/2.0/oai_dc/ http://www.openarchives.org/OAI/2.0/oai_dc.xsd"><type>Thesis:Masters</type><title>Proses Pembentukan Kelompok-kelompok Sosial Lokal di Lingkungan Perkampungan dalam Kota: Studi Kasus di Lingkungan Perkampungan Wilayah Kelurahan Palmerah-Jakarta Barat</title><creator>Edy Siswoyo, author</creator><creator>Add author: Wuisman, Jan Jacques Jeroen Maria, supervisor</creator><creator>Add author: Sukanti Suryochondro, supervisor</creator><creator>Add author: Kamanto Sunarto, examiner</creator><publisher/><date>1988</date><subject>SOCIAL GROUPS</subject><description><b>PENDAHULUAN</b><br>
Salah satu pokok permasalahan yang masih tetap aktual untuk dibahas dalam rangka memahami masyarakat di lingkungan perkotaan adalah : masih adakah komunitas lokal di lingkungan perkotaan ?, atau tegasnya, masih adakah ikatan-ikatan lokal di antara warga kota ?
<br><br>
Pertanyaan ini menarik perhatian, karena dari beberapa studi dan hasil penelitian yang sempat penulis pelajari menunjukkan bahwa di lingkungan perkotaan terdapat kecenderungan berkembangnya komunitas jenis tertentu yang tidak lagi berhubungan dengan aspek lokal. Komunitas jenis ini lazim disebut dengan community without locality atau community without propinquity. Malahan, Marx Abrahamson (1980 : 145-161), menunjukkan bahwa komunitas lokal di lingkungan perkotaan tersebut sudah sedemikian langkanya dan menunjukkan gejala semakin memudar. Bahkan ia lalu berpendapat bahwa studi lebih lanjut mengenai komunitas lokal di lingkungan perkotaan adalah tidak diperlukan lagi, sebab tidak lagi memiliki relevansi sosiologis sesuai dengan perkembangan struktur sosial masyarakat perkotaan yang lebih didiominasi oleh kelas elite minority yang cenderung menjalankan kekuasaan secara monolithic.
<br><br>
Pertanyaan itu menjadi lebih menarik apabila dikaitkan dengan salah satu azas pembangunan yang berlaku di Indonesia; yaitu azas Usaha Bersama dan Kekeluargaan. Tekanan azas ini adalah partisipasi sebesar-besarnya dart seluruh rakyat secara bergotong-royong dalam semangat kekeluargaan untuk melaksanakan pembangunan. Azas monolitik adalah azas yang sangat dihindari. Orientasi program pembangunan yang sering dicanangkan oleh Pemerintah adalah Community Oriented Program, yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah bersama-sama rakyat. Secara garis besar, community oriented program dapat diterjemahkan sebagai program yang berorientasi pada pemanfaatan sumberdaya setempat secara bersama-sama atau melibatkan semua anggota masyarakat setempat itu; hasilnya pun untuk kepentingan bersama, sekaligus untuk melestarikan kebersamaan itu.
<br><br>
Apabila komunitas itu secara harafiah diartikan sebagai kebersamaan diantara warga dalam satu kesatuan sosial, maka keberhasilan pembangunan selama ini tentulah melestarikan keberadaan kebersamaan tersebut. Kenyataannya memang demikian. Sense of community selalu dicanangkan sebagai norma yang harus diwujudkan dalam bentuk kegiatan nyata bagi semua anggota masyararakat, back sebagai warga lingkungan ketetanggan, lingkungan Rukun Tetangga (RT), lingkungan Rukun Warga (RW) lingkungan pasar, lingkungan Kelurahan, lingkungan profesi, dan seterusnya.
<br><br></description><identifier>http://lontar.ui.ac.id/detail?id=82912</identifier><recordID>82912</recordID></dc>
|
format |
Thesis:Masters Thesis Thesis:Bachelors |
author |
Edy Siswoyo, author Add author: Wuisman, Jan Jacques Jeroen Maria, supervisor Add author: Sukanti Suryochondro, supervisor Add author: Kamanto Sunarto, examiner |
title |
Proses Pembentukan Kelompok-kelompok Sosial Lokal di Lingkungan Perkampungan dalam Kota: Studi Kasus di Lingkungan Perkampungan Wilayah Kelurahan Palmerah-Jakarta Barat |
publishDate |
1988 |
topic |
SOCIAL GROUPS |
url |
http://lontar.ui.ac.id/detail?id=82912 |
contents |
<b>PENDAHULUAN</b><br>
Salah satu pokok permasalahan yang masih tetap aktual untuk dibahas dalam rangka memahami masyarakat di lingkungan perkotaan adalah : masih adakah komunitas lokal di lingkungan perkotaan ?, atau tegasnya, masih adakah ikatan-ikatan lokal di antara warga kota ?
<br><br>
Pertanyaan ini menarik perhatian, karena dari beberapa studi dan hasil penelitian yang sempat penulis pelajari menunjukkan bahwa di lingkungan perkotaan terdapat kecenderungan berkembangnya komunitas jenis tertentu yang tidak lagi berhubungan dengan aspek lokal. Komunitas jenis ini lazim disebut dengan community without locality atau community without propinquity. Malahan, Marx Abrahamson (1980 : 145-161), menunjukkan bahwa komunitas lokal di lingkungan perkotaan tersebut sudah sedemikian langkanya dan menunjukkan gejala semakin memudar. Bahkan ia lalu berpendapat bahwa studi lebih lanjut mengenai komunitas lokal di lingkungan perkotaan adalah tidak diperlukan lagi, sebab tidak lagi memiliki relevansi sosiologis sesuai dengan perkembangan struktur sosial masyarakat perkotaan yang lebih didiominasi oleh kelas elite minority yang cenderung menjalankan kekuasaan secara monolithic.
<br><br>
Pertanyaan itu menjadi lebih menarik apabila dikaitkan dengan salah satu azas pembangunan yang berlaku di Indonesia; yaitu azas Usaha Bersama dan Kekeluargaan. Tekanan azas ini adalah partisipasi sebesar-besarnya dart seluruh rakyat secara bergotong-royong dalam semangat kekeluargaan untuk melaksanakan pembangunan. Azas monolitik adalah azas yang sangat dihindari. Orientasi program pembangunan yang sering dicanangkan oleh Pemerintah adalah Community Oriented Program, yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah bersama-sama rakyat. Secara garis besar, community oriented program dapat diterjemahkan sebagai program yang berorientasi pada pemanfaatan sumberdaya setempat secara bersama-sama atau melibatkan semua anggota masyarakat setempat itu; hasilnya pun untuk kepentingan bersama, sekaligus untuk melestarikan kebersamaan itu.
<br><br>
Apabila komunitas itu secara harafiah diartikan sebagai kebersamaan diantara warga dalam satu kesatuan sosial, maka keberhasilan pembangunan selama ini tentulah melestarikan keberadaan kebersamaan tersebut. Kenyataannya memang demikian. Sense of community selalu dicanangkan sebagai norma yang harus diwujudkan dalam bentuk kegiatan nyata bagi semua anggota masyararakat, back sebagai warga lingkungan ketetanggan, lingkungan Rukun Tetangga (RT), lingkungan Rukun Warga (RW) lingkungan pasar, lingkungan Kelurahan, lingkungan profesi, dan seterusnya.
<br><br> |
id |
IOS18064.82912 |
institution |
Universitas Indonesia |
institution_id |
51 |
institution_type |
library:university library |
library |
Perpustakaan Universitas Indonesia |
library_id |
492 |
collection |
Repository Skripsi (open) Universitas Indonesia |
repository_id |
18064 |
city |
KOTA DEPOK |
province |
JAWA BARAT |
repoId |
IOS18064 |
first_indexed |
2022-12-13T09:12:12Z |
last_indexed |
2022-12-13T09:12:12Z |
recordtype |
dc |
merged_child_boolean |
1 |
_version_ |
1752203222529867776 |
score |
17.203505 |