Drama "I Tolok Daeng Magassing" karya Rahman Arge suatu studi transformasi cerita rakyat Makassar
Main Authors: | Ridwan Effendi, author, Add author: Sarumpaet, Riris Kusumawati, supervisor |
---|---|
Format: | Masters Bachelors |
Terbitan: |
, 1994
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://lontar.ui.ac.id/detail?id=80911 |
Daftar Isi:
- Rahman Arge merupakan seniman terkemuka di Ujungpandang serta telah mempunyai nama di tingkat Nasional. Dalam perjalanan panjang karir kesenimanannya, 1950-an hingga 1990-an, ia sudah menghasilkan sejumlah besar puisi, cerpen, esai, kritik seni, dan drama. Arge juga dikenal sebagai sutradara dan aktor teater yang handal, pendiri Teater Makassar (TM), dan pemain film. Di samping itu, ia pernah memimpin Dewan Kesenian Makassar (DAM), Badan Koordinasi Kesenian Nasional Indonesia (BKKNI) Sulawesi Selatan, Persatuan Artis Film Indonesia (Parfi) Cabang Sulsel, dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Sulsel selama beberapa periode. Pada awal Orde Baru Rahman Arge menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Selatan dan sejak itu terus-menerus tercatat sebagai anggota lembaga tersebut. Terakhir ia bahkan berhasil menjadi anggota DPR/MPR-RI mewakili Golongan Karya (Golkar) Sulawesi Selatan. Kini selain bertugas di Komisi I DPR-RI, Arge juga menduduki jabatan Wakil Ketua Pengurus Besar Parfi dan Anggota Dewan Kehormatan PWI Pusat. Untuk pencapaian prestasinya di bidang drama, pada tahun 1977 Pemerintah RI memberikan "Hadiah Seni" kepada Arge. Sementara itu, Pemerintah Jepang mengundangnya meninjau kehidupan perfilman di Jepang pada tahun 1979 setelah ia menulis banyak kritik atas film-film Jepang. Adapun dalam bidang perfilman, Arge pernah menerima penghargaan sebagai "Aktor Harapan Terbaik I" (FFI 1978) dan "Aktor Pembantu Pria Terbaik" (FFI 1991). Sedikitnya ada 12 naskah drama yang telah ditulisnya dari paruh akhir tahun 1950-an hingga saat ini. Banyak di antaranya yang, disutradarai maupun dimainkannya sendiri bersama Teater Makassar. Lewat kelompok teater itu ia pun beberapa kali mementaskan naskah-naskah drama penulis Indonesia kenamaan maupun naskah-naskah terjemahan. Dapat dikatakan Teater Makassar dan Rahman Arge sukar dipisahkan satu sama lain. Kelompok itu tidak hanya memperkenalkan lebih luas karya-karya drama Arge serta memantapkan keberadaan drama modern di Ujungpandang, tetapi juga mengukuhkan kehadiran Arge di percaturan sastra-drama/teater Nasional melalui forum semacam "Temu Teater" yang rutin diadakan oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) sejak awal Orde Baru hingga paruh akhir tahun 1980-an. Pada "Temu Teater Enam Kota" di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, tahun 1978, Teater Makassar menampilkan karya Arge berjudul "I Tolok Daeng Magassing" (ITDM). Tidak seperti pada beberapa temu teater sebelumnya, pementasan drama itu disutradarai oleh Aspar Paturusi. Kehadiran Aspar di forum tersebut menandai suatu regenerasi di Teater Makassar pada akhir tahun 1970-an itu. Sepeninggal Arge, Aspar kemudian tampil memimpin Teater Makassar dan menulis serta menyutradarai sejumlah pementasan kelompok tersebut. Dua di antara drama yang ditulis dan disutradarai Aspar ditampilkan di forum Temu Teater DKJ, yaitu "Samindara" (1982) dan "Perahu Nuh II" (1985). Meskipun sejak Temu Teater 1976 Arge lewat drama "Opa" telah terlihat membawa pembaharuan, namun dengan drama ITDM ia menunjukkan puncak pencapaian karya sastra-drama/teaternya. Dalam salah satu tulisannya, Ikranagara (1993) menilai drama yang bertolak dari cerita rakyat Makassar itu sebagai drama yang menegaskan keeenderungan "post-modern Indonesia" yang antara lain berciri eksperimental dan pengolahan khazanah seni daerah/tradisional.