Peranan takhayul dan cerita gaib dalam konservasi lingkungan (Studi tentang urgensi transformasi nilai konservasi tradisional di Kawasan Mata Air Keramat Pancuran Tujuh, Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor)

Main Authors: Dwike Riantara, author, Add author: Setyo Sarwanto Moersidik, supervisor, Add author: Boedhihartono, supervisor, Add author: Mohammad Hasroel Thayib, supervisor
Format: Masters Doctoral
Terbitan: , 2010
Online Access: https://lib.ui.ac.id/detail?id=20341233
Daftar Isi:
  • <b>ABSTRAK</b><br> Pengeramatan mata air dan lingkungannya pada umumnya didasari kepercayaan kepada takhhayul dan cerita gaib tentang mata air itu. Di masa lalu, karena dikeramatkan, mata air dan lingkungannya cenderung terhindar dari usikan yang merugikan. Takhayul dan cerita gaib tidak sepenuhnya dapat dianggap sebagai produk ketertinggalan cara berpikir masyarakat, karena di dalam takhayul dan cerita gaib itu terkandung nilai konservasi tradisional. Namun dewasa ini, takhayul dan cerita gaib tidak efektif lagi sebagai alat konservasi karena degradasi lingkungan tetap terjadi, sebagaimana yang dialami oleh lingkungan mata air keramat Pancuran Tujuh. Penelitian ini bertujuan: (1) menjelaskan nilai konservasi yang terkandung di dalam takhayul dan cerita gaib tentang Pancuran Tujuh, (2) menjelaskan mengapa takhayul dan cerita gaib tak lagi effektif sebagai alat konservasi, dan mengapa perlu adanya transformasi nilai konservasi dari takhayul dan cerita gaib ke dalam kemasan baru, (3) mengajukan gagasan mengarahkan transformasi nilai konservasi yang dikandung oleh takhayul dan cerita gaib ke dalam kemasan baru yang dapat membantu konservasi dan pengelolaan lingkungan Pancuran Tujuh di masa kini. Hasil penelitian adalah bahwa bagi komunitas yang diteliti, takhayul dan cerita gaib tentang mata air keramat Pancuran Tujuh memiliki makna spiritual yang tak dapat dipisahkan beginu saja dari perlakuan kepada mata air itu. Interpretasi oleh peneliti adalah bahwa takhayul dan cerita gaib mengandung nilai konservasi yang dimanifestasikan dalam bentuk berkah dan sanksi. Yang berperilaku sesuai amanat takhayul dan cerita gaib akan mendapatkan berkah, sedangkan yang melanggar diancam sanksi yang menakutkan (fear appeals). Saat ini takhayul dan cerita gaib tak lagi efektif sebagai alat konsenvasi karena masyarakat tidak lagi hidup dalam alam pikiran mitis, yang antara lain dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang membaik, paham keagamaan, tekanan ekonomi, akses kepada media komunikasi dan informasi, serta penetrasi budaya oleh kaum pendatang. Peneliti mengajukan gagasan mentransformasikan takhayul dan cerita gaib ke dalam kemasan modern berbentuk ramalan (ilmiah) yang disesuaikan dengan dinamika masyarakat masa kini serta memperhatikan kondisi faktual lingkungan. Di dalam ramalan ini disampaikan pengetahuan ekologi rasional dengan simbol-simbol ilmiah, namun tetap mengandung nilai konservasi dan unsur fear appeals (akibat yang menakutkan) untuk memotivasi perubahan perilaku. Rasionalitas dari pengetahuan ekologi saja tidak akan mampu mencegah kerusakan lingkungan, sehingga harus diperkuat dengan pemaknaan spiritual yang mungkin ditempuh melalui pendekatan keagamaan dan penghargaan atas spiritualitas individu maupun komunitas.