Demand keluarga terhadap imunisasi dan pengobatan balita di kecamatan Pancoran Mas Kotip Depok Kabupaten Bogor

Main Authors: Chriswardani Suryawati, author, Add author: Ascobat Gani, supervisor, Add author: Mary A. Wangsarahardja, supervisor, Add author: Supriyanto Riyadi, examiner, Add author: Doti Indrasanto, examiner, Add author: M. Djuhari Wirakartakusumah, examiner
Format: Masters Doctoral
Terbitan: Universitas Indonesia , 1993
Subjects:
Online Access: http://lontar.ui.ac.id/detail?id=82057
Daftar Isi:
  • <b>ABSTRAK</b> Angka kesakitan balita masih cukup tinggi di Kotip Depok, begitu juga perkiraan angka kematian bayi karena penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Balita yang sakit perlu diobati dan yang sehat perlu diimunisasi.Untuk itu perlu upaya memanfaatkan pelayanan kesehatan. Cakupan imunisasi di Kotip Depok sudah melampaui target program, sedangkan sarana pelayanan kesehatan tersedia secara merata dan bervariasi. Banyak faktor penyebab pemanfaatkan pelayanan kesehatan, tetapi pemanfaatan pelayanan imunisasi dan pengobatan balita di Kotip Depok belum diketahui. Apakah pelayanan kesehatan yang ada terjangkau dari segi harga pelayanan, kemampuan membeli, sumber pembiayaan, jarak dan waktu pelayanan. Masalah tersebut dicoba dijawab dengan memanfaatkan teori demand pelayanan kesehatan. Untuk itu dilakukan survei dan data diambil secara cross sectional terhadap 560 keluarga di Kelurahan Depok dan Pancoran Mas, Kecamatan Pancoran Mas. Kerangka konsep penelitian diadaptasi dari model Andersen {1975). Ada dua variabel terikat yang dilihat secara tersendiri dan tak diperbandingkan, yaitu: imunisasi bayi dan pengobatan balita. Variabel babas yaitu: needs/ kebutuhan, pengeluaran rumah tangga, biaya pengobatan atauimunisasi, biaya transportasi, pemafaatan asuransi kesehatan (PHB, JPKTK, klaim perusahaan, dana sehat, askes swasta murni), time cost dan pendidikan. Demand imunisasi meliputi sarana puskesmas, posyandu, dokter/paramedis praktek dan OPD Rumah Sakit/ Poliklinik untuk jenis imunisasi BCG, DPT1-3 dan Poliol-3. Imunisasi Campak tidak diteliti. Untuk pengobatan balita melihat pola demand pada sarana pelayanan Paramedis praktek, dokter praktek, Puskesmas, dan berobat sendiri/ beli obat. Pada imunisasi BCG terjadi elastisitas harga silang antara Puskesmas - Posyandu (inelastic) dan antara Puskesmas - Dokter/ Paramedis praktek (elastic). Variabel needs dan pengeluaran keluarga hanya bermakna pada imunisasi BCG. Time cost berpengaruh dallam imunisasi DPT1, DPT2, DPT3, Poliol, Polio2 dan Polio3 (in-elastic). Biaya imunisasi bersifat inelastic terhadap demand imunisasi DPT1 dan DPT2 di posyandu. Hasil demand pengobatan balita menunjukkan variabel needs berpengaruh terhadap demand di paramedis praktek, puskesmas dan berobat sendiri/ beli obat. Biaya pengobatan berpengaruh terhadap demand puskesmas dan dokter praktek. Biaya transpor berpengaruh pada demand di puskesmas dan berobat sendiri/ beli obat. Time cost berpengaruh pada demand pengobatan di Puskesmas. Untuk intervensi program imunisasi perlu diperhatikan: a.sarana swasta : needs, biaya imunisasi sarana lain yang substitutif serta kemampuan membayar ,b.untuk posyandu: biaya imunisasi dan time cost. Sebagai public goods, peningkatan biaya imunisasi di Puskesmas dan Posyandu sulit dilakukan, tetapi peningkatan kualitas, pelayanan (efektivitas vaksin dan alat suntik yang disposable) tetap harus terus diupayakan. Untuk upaya pengobatan, intervensi program dilakukan dengan memperhatikan: a. sarana swasta: variabel needs dan biaya pengobatan, b. sarana puskesmas: variabel needs, biaya pengobatan, biaya tranpor serta time cost. Sebagai private goods,biaya pengobatan masih dapat ditingkatkan dengan 'mempertimbangkan aspek tehnis medis, kemampuan membayar, kualitas pelayanan dan ketersediaan sarana pelayanan yang dapat bersubstitusi.Dalam kondisi tertentu,subsidi untuk private goods ini kurang tepat. Perlu dirumuskan konsep kebutuhan upaya preventif. Penelitian yang perlu dilanjutkan yaitu: faktor yang mempengaruhi keluarga mensubstitusi pelayanan imunisasi, needs imunisasi , pemanfaatan asuransi kesehatan, serta WTP untuk upaya kuratif dan preventif.