Strategi pendanaan dengan sekuritisasi aset (asset-backed securitization) pada tagihan KPR Bank BTN

Main Authors: Leny Harstaty, author, Add author: Firman Djunasien, supervisor
Format: Masters Thesis
Terbitan: , 1999
Subjects:
Online Access: http://lontar.ui.ac.id/detail?id=20440443
Daftar Isi:
  • <b>ABSTRAK</b><br> Ketersediaan dana jangka panjang memang sangat dibutuhkan oleh perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya, termasuk di bidang usaha perbankan. Bagi bank, agar tenis berkembang maka haruslali memberikan kredit yang Iebíh banyak. Namun, bank mempunyai beberapa kendala antara lain sumber dana bank bersifat jangka pendek (giro, tabungan, deposito), sedangkan kredit umumnya jangka panjang sehingga bank menghadapi risiko mismatch, Begitu pula bagi bank pemberi Kredit Pemilikan Rumah (KPR), di mana KPR umumnya berjangka panjang 15 - 20 tahun. Sementara di lain pihak, bank tersebut mempunyal aset yang idle berupa tagihan KPR tersebut. <br><br> Guna menjembatani kebutuhan dana tersebut dan memanfaatkan aset yang idle tadi, dimungkinkan dengan cara melakukan asset backed securitization (ABS) atau efek beragun aseEt (EBA) atau melakukan sekuritisasi aset. Sekuritisasi aset merupakan instrumen pendanaan jangka panjang (3-10 tahun) dengan cara mengalihkan atau menjual aset berupa piutang atau tagihan ke pihak lain yang berfungsi khusus yang disebut special purpose vehicle (SPV). Kemudian SPV menerbitkan surat utang yang dljamin dengan portofolio aset tadi. Keuntungan sekuHtisasi net antara lain dapat meningkatkan likuiditas, karena pada dasarnya sekuritisasi aset merupakan penjualan aset, sehingga merupakan sumber dana baru atau tambahan likuiditas yang diperlukan perusahaan. Karena transaksi sekuritisasi aset diperlakukan sebagai penjualan aset, dengan begitu aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) akan berkurang, dan dapat dikatakan dengan jumlah modal yang sama, akan memperbaiki tingkat kecukupan modal dan melakukan ekspansi aktiva. Keuntungan lain, sekuritisasi net ? -khususnya oleh bank, dapat menutupi kesenjangan antara sumber dana dengan penyaluran dana. <br><br> Aset-aset yang dapat disekuritisasi adalah aset yang relatif aman, seperti tagihan KPR, tagihan kartu kredit, tagihan kredit kendaraan bermotor, dll. Sekuritisasi aset pada tagihan KPR agak berbeda dengan aset lain, di mana sekuritas hutangnya dapat pula diperdagangkan di pasar khusus mortgage, yang disebut pasar sekunder perumahan (secondary mortgage market). Adanya pasar sekunder perumahan ini akan memberikan likuiditas untuk sektor perumahan secara berkesinambungan dan berdampak pada penurunan tingkat bunga KPR yang dapat dinikmati masyarakat. Naniun, sebagai tahap awal, sekuritisasi aset pada tagihan KPR dijembatarn dengan adanya konsep secondary mortgage facility (SMF) sebagai lembaga yang memberi pinjaman kepada bank pemberi KPR. dengan jaminan portofolio tagihan ¡(PR. Pada SMF, tagihan KPR dijadikan jaminan, jadi bukan merupakan penjualan aset. <br><br> Konsep ini telah diterapkan di beberapa negara termasuk Malaysia, yang terbukti berhasil menciptakan suku bunga KPR yang rendah. Indonesia pun mulai mengadaptasi konsep SMF ini, mengingat suku bunga KPR di Indonesia tertinggi di banding negara di Asia Iainnya. Namun, kondisi perekonomian Indonesia yang belum stabil mengakibatkan tertundanya peiaksanaan sekuritisasi aset. <br><br> Perusahaan yang niemungkinkan penerapan sekuntisasi aset atas tagihan KPR adalah Bank BTN. Bank negara yang mengkhususkan din menyalurkan kredit di bidang perumahan ini memiliki tagihan KPR yang besar jumlahnya. Dengan penerapan sekuritisasi aset melalui mekanisme SMF maupun dalam pengertian ?penjualan aset?, diharapkan BTN mempunyai sumber dana murah berjangka panjang yang cukup besar, sehingga dapat membiayai KPR lebih banyak lagi, dengan begitu dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan perumahan.