Strategi rute dan armada untuk bersaing di pasar domestik sekunder studi kasus PT Garuda Indonesia
Main Author: | Prijastono Purwanto, author |
---|---|
Format: | Masters Thesis |
Terbitan: |
, 1997
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2018-1/20451510-T5832-Prijastono Purwanto.pdf |
Daftar Isi:
- <b>ABSTRAK</b><br> Saat ini PT Garuda Indonesia menghadapi persaingan yang semakin ketat, baik di pasar domestik maupun regional/internasional. Dari segi manajemen transportasi udara, Garuda memiliki beberapa alternatif alat yang strategis (strategic tools). Alternatif tadi dapat digunakan untuk membangun strategi bersaing yang dapat memberikan hasil pangsa pasar yang baik. Di antara alternatif alat strategis tersebut, yang paling dekat dengan bisnis ini (core business) Garuda adalah struktur rute dan armada pesawat terbang. <br><br> Suatu perusahaan penerbangan hams selalu menyesuaikan kapasitas angkutnya dengan perkembangan yang teijadi di pasar. Penlngkatan kapasitas angkut itu sendiri dapat dilakukan melalui cita cara, yaitu frekuensi penerbangan, baik pada rute yang sudah ada, atau dengan pembukaan rute barn untuk inemperhias wilayah pelayanannya. Agar operasi penerbangan pada suatu jaringan rute dapat mendatangkan keuntungan, maka perusahaan penerbangan perk memilili jenis pesawat yang paling sesuai untuk menerbangi rute yang mempunyth karakteristik tertentu. <br><br> Sampai tahun 1997, Garuda melakukan kerjasama dengan Merpati untuk menerbangkan penumpang Garuda ke tujuan-tuluan domestik yang tidak dilayani Garuda. Namun dewasa ini proses pemisahan operasi Merpati dan Ganada telah mencapai tahap akhir. Hal ini menjadikan Garuda perlu mengembangkan jaringan rute domestiknya sendiri untuk mendukung rute regional Asia dan Internasionalnya. Selain itu, Garuda juga perlu mengambil alih kendali atas kualitas dan daya tarik produknya di pasar domestlk. Untuk itu, Garuda harus menerbangi kembali domestiknya yang pada tahun 1988 pernah diserahkan ke Merpati. <br><br> Sebagai bahan pembahasan, studi ini memilih empat pasar penumpang sekunder, yaitu pasangan kota dengan tingkat permintaan di bawah 100.000 tempat duduk per tahun. Keempat pasar tersebut adalah pasangan kota Jakarta-Palu dan Jakarta-Kendari dltambah dengan pasangan kota Ujungpandang-Palu dan Ujungpandang Kendari. Struktur rute yang dibangun menghubungkan Jakarta dengan Palu dan Kendari dengan Ujungpandang sebagai kota persinggahan. <br><br> Untuk segmen rute Ujungpandang-Palu dan ujungpandang-Kendari, dari segi kapasitas dan waktu tempuh, jenis pesawat regional ternyata efektif untuk melayani tuntutan pasar. Dari segi kapasitas, penggunaan pesawat regional dapat menjamin ringkat load factor paling tidak 58.5%. Dari segi waktu tempuh, penerbangan dengan pesawat regional, walaupun bermesin turboprop namun dapat menghasilkan waktu tempuh yang kompetitif. Atas dasar hasil analisis tersebut, maka armada Garuda sebaiknya dilengkapi dengan sejumlah pesawat regional berkapasitas di bawah 100 seats untuk keperluan penetrasi ke pasar sekunder.