Argumen kosmologis menurut Bruce R. Reichenbach: Suatu telaah metafisis

Main Authors: Selu Margaretha Kushendrawati, author, Add author: Soerjanto Poespowardojo, supervisor, Add author: Asikin Arif, supervisor, Add author: Bagus, Lorens, examiner
Format: Masters Thesis
Terbitan: Universitas Indonesia , 1996
Subjects:
Online Access: http://lontar.ui.ac.id/detail?id=79527
Daftar Isi:
  • Suatu kenyataan yang kita hadapi dengan jelas sains dan teknologi telah semakin mendapat tempat dalam perhatian manusia. Sehubungan dengan hal tersebut, secara khusus Habemias menanggapi bahwa sains dan teknologi telah menjadi ideologi. Agaknya, pendapat orang pada umumnya, kemajuan rasio, sains dan teknologi dapat membuktikan keberadaan materi sebagai satu-satunya ada dalam dunia yang teratur ini. Di sini terdapat suatu prasangka bahwa perkembangan sains dan teknologi yang cenderung materialistik itu menghambat bahkan menghapuskan eksistensi Tuhan. Apakah benar kemajuan sains dan teknologi merupakan ancaman terhadap eksistensi Tuhan? Sebenarnya prasangka ini telah timbul sejak jaman skolastik di mana Thomas Aquinas (1225-1274) menyatakan dengan tegas bahwa akal merupakan bahaya atau ancaman bagi iman. Selama beberapa abad filsafat skolastik merupakan filsafat resmi gereja Katolik dalam kekaisaran Romawi yang berhadapan dengan aliran-aliran hellenisme. Lambat laun filsafat klasik kehilangan daya tariknya, antara lain akibat munculnya suatu cara berpikir baru yaitu berpikir secara ilmiah, terutama dalam bidang fisika. Munculah tokoh-tokoh filsafat pada awal jaman baru fisikus-fisikus seperti: Copernicus dengan heliosentrismenya (1473-1543), Galilei (1564-1642) dan Isaac Newton (1642-1727). Fisika Newton dengan gemilang dapat menunjukkan bahwa pendekatan terhadap realitas melalui pengalaman ilmiah yaitu observasi dan eksperimen dapat membuktikan alam semesta ini terdiri dari atom yang saling rnempengaruhi secara kausal. Maka lahirlah sikap kritis sebagai inti sikap ilmiah. Timbul pada jaman modern mengenai suatu keraguan akan kebenaran: Apakah manusia dapat memastikan apa yang benar dan apa yang tidak? Maka muncul pertentangan antara ajaran agama dan teori-teori ilmu pengetahuan. Sebagai perintis filsafat baru dikenal nama Rene Descartes (1596 1650). la mencari titik tolak penyelidikan tentang yang pasti dan benar yaitu dalam kesadaran manusia sendiri "Cogifo Ergo Sum". Oleh karenanya Descartes dianggap seorang tokok rasionalisme. Era tersebut bertahan sampai kemudian jaman Aufklarung di abad 17 dan ke 18 melahirkan begitu banyak pemikir.