THE EXISTENCE OF PURUSA AND PRUDANA IN INHERITANCE ACCORDING TO BALINESE CUSTOM LAW
Main Authors: | I Gusti Ayu Jatiana Manik Wedanti, I Putu Adi Saskara, I Made Sugita |
---|---|
Format: | Article info application/pdf Journal |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
UHN IGB Sugriwa Denpasar
, 2023
|
Subjects: | |
Online Access: |
https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/WD/article/view/2017 https://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/WD/article/view/2017/1532 |
Daftar Isi:
- Purusa and pradana are two important concepts in Balinese Inheritance Customary Law which in simple terms purusa is defined as male and pradana is defined as female. In its development, the meaning of purusa and pradana in Balinese Inheritance Customary Law is no longer that simple but has a broader meaning, namely purusa is interpreted as a son and/or daughter (in this case as sentana rajeg) who becomes the main heir while pradana is interpreted as as sons and/or daughters who will later leave their families and rights and obligations due to marrying out to follow their husband or wife. The majority of indigenous peoples in Bali embrace Hinduism and adhere to a patrilineal kinship system commonly referred to as kramusa/purusa. Inheritance in Balinese Customary Law does not only involve the distribution of inheritance in the form of property or in the form of materials, but also includes immaterial inheritance, namely inheritance in the form of responsibilities and obligations (swadharma) to ancestors and the community. Children as heirs who are able to continue the swadharma of their deceased parents can be appointed as heirs. In accordance with the concepts of purusa and pradana as legal principles in the inheritance of Balinese Customary Law that purusa does not have to mean a son and pradana does not have to mean a daughter. Either a boy or a girl can become a purusa or a pradana.
- Purusa dan pradana merupakan dua konsep penting dalam Hukum Adat Warisan Bali yang secara sederhana purusa diartikan sebagai laki-laki dan pradana diartikan sebagai perempuan. Dalam perkembangannya, pengertian purusa dan pradana dalam Hukum Adat Warisan Bali tidak lagi sederhana tetapi memiliki arti yang lebih luas, yaitu purusa diartikan sebagai putra dan/atau putri (dalam hal ini sentana rajeg) yang menjadi pewaris utama. sedangkan pradana diartikan sebagai anak laki-laki dan/atau anak perempuan yang nantinya akan meninggalkan keluarga serta hak dan kewajibannya karena menikah untuk mengikuti suami atau istrinya. Mayoritas masyarakat adat di Bali menganut agama Hindu dan menganut sistem kekerabatan patrilineal yang biasa disebut kramusa/purusa. Pewarisan dalam Hukum Adat Bali tidak hanya menyangkut pembagian warisan berupa harta benda atau berupa materi saja, tetapi juga termasuk warisan nonmateri yaitu warisan berupa tanggung jawab dan kewajiban (swadharma) kepada leluhur dan masyarakat. Anak sebagai ahli waris yang mampu melanjutkan swadharma orang tuanya yang telah meninggal dapat diangkat sebagai ahli waris. Sesuai dengan konsep purusa dan pradana sebagai asas hukum dalam pewarisan Hukum Adat Bali bahwa purusa tidak harus berarti anak laki-laki dan pradana tidak harus berarti anak perempuan. Laki-laki atau perempuan bisa menjadi purusa atau pradana.