ctrlnum 271
fullrecord <?xml version="1.0"?> <dc schemaLocation="http://www.openarchives.org/OAI/2.0/oai_dc/ http://www.openarchives.org/OAI/2.0/oai_dc.xsd"><relation>http://eprints.walisongo.ac.id/271/</relation><title>Madzhab Tafsir Perspektif Post-Strukturalisme (Studi Kritis atas Logosentrisme Nalar Al-Qur&#x2019;an Menurut Dekonstruksi Jacques Derrida)&#xD; &#xD; </title><creator> Islamy, Izzam Izzul</creator><subject>297.1226 Interpretation and Criticism</subject><description>Penelitian ini digunakan untuk membedah logosentrisme nalar al-Qur&#x2019;an yang secara tradisi diwariskan turun-temurun (bi al-riwayah). Makna yang disampaikan Nabi, sahabat, tabi&#x2019;in dan ulama menjadi sandaran (refrent), dan dianggap sebagai kebenaran akhir yang tidak boleh dikritik. Atas dasar ini terjadilah Unifikasi tafsir (monophonic exegesis) sebagai upaya melestarikan maksud Tuhan yang telah diinterpretasikan oleh Nabi.&#xD; Setelah nabi wafat, otoritas tafsir diampu oleh para sahabat sebagai orang yang dianggap paling mengetahui maksud Nabi. Namun di kalangan sahabat mulai terjadi hierarki pemahaman terhadap al-Qur&#x2019;an, yang menjadi rujukan utamanya yakni Khulafaur Rasidin, diikuti Ibnu Abbas, Ibnu Mas&#x2019;ud dan seterusnya. Dan pada akhirnya di kalangan tabi&#x2019;inmulai adanya klasifikasi madzhab tafsir. Klasifikasi ini terjadi karena ruang (pengajaran) tafsir yang berbeda, misalkan Ibnu Abbas yang mengamalkan tafsir di Makkah&#x2014;kemudian disebut Madzhab Makkah. Pengikutnya seperti Ikrimah, Mujahid, &#x2018;Atha&#x2019; Ibn Abu Riyah dan lainnya. Klasifikasi ini juga dipengaruhi karena struktur nalar yang dibangun masyarakat Arab bersifat kesukuan (tribal).&#xD; Praktik pengamalan tafsir dalam kategori madzhab inilah pada perkembangan selanjutnya sampai ranah politis-religius dan menjadikan tafsir sebagai dalih pembenaran atas doktrin madzhabnya. Mu&#x2019;tazilah merupakan contoh representatifdari madzhab ini.&#xD; Menilik iklim pemikiran keagamaan dewasa ini, nalar sebagian masyarakat muslim masih berjalan dengan pola yang sama&#x2014;menganggap al-Qur&#x2019;an sudah selesai ditafsirkan oleh para ulama terdahulu. Mulai dari kebudayaan, sistem pemerintahan, dari segi ekonomi, sosial, politik dan lainnya harus sesuai dengan kultur Arab. Sehingga generasi selanjutnya harus menyesuaikan apa yang sudah dipikirkan. Asumsi inilah yang melatar belakangi logosentrisme pemikiran Islam di setiap aspek.&#xD; Model Nalar semacam inilah yang menjadikan nalar Qur&#x2019;an bersifat dogmatis, Qothi&#x2019;, menutup diri dari keilmuan interdisipliner dan berulang kali gagal meretas problematika zaman. Atas dasar ini pulalah pembendaharaan model tafsir al-Qur&#x2019;an mengalami stagnasi serta miskin metodologi. Dengan begitu, nalar al-Qur&#x2019;an mudah dimonopoli madzhab tertentu yang sarat kepentingan. Kristalisasi nalar tak mampu mendialogkan al-Qur&#x2019;an dengan realitas. Oleh karenanya dibutuhkan dekonstruksi Jacques Derrida untuk membongkar wacana logosentrisme nalar al-Qur&#x2019;an. Sebab logosentrisme mengisyaratkan kebenaran absolut. Derrida berasumsi makna hanya bisa diperoleh dari interektualitas tanda.Derrida mengajak untuk melampaui strukturalisme (post-strukturalisme) sebagai kritik terhadap dominasi subyek, historisisme, makna dan filsafat.&#xD; Dekonstruksi nalar Qur&#x2019;an ini dilakukan untuk melihat dan membedakan aspek Islam yang universal dan aspek Islam yang bersifat lokal dan temporal, sehingga tidak menyempitkan nalar untuk memproyeksikan al-Qur&#x2019;an sebagai petunjuk yang berlaku di sepanjang zaman.&#xD; &#xD; </description><date>2012-12-27</date><type>Thesis:Thesis</type><type>PeerReview:NonPeerReviewed</type><type>Book:Book</type><language>eng</language><identifier>http://eprints.walisongo.ac.id/271/1/074211004_Coverdll.pdf</identifier><type>Book:Book</type><language>eng</language><identifier>http://eprints.walisongo.ac.id/271/2/074211004_Bab1.pdf</identifier><type>Book:Book</type><language>eng</language><identifier>http://eprints.walisongo.ac.id/271/3/074211004_Bab2.pdf</identifier><type>Book:Book</type><language>eng</language><identifier>http://eprints.walisongo.ac.id/271/4/074211004_Bab3.pdf</identifier><type>Book:Book</type><language>eng</language><identifier>http://eprints.walisongo.ac.id/271/5/074211004_Bab4.pdf</identifier><type>Book:Book</type><language>eng</language><identifier>http://eprints.walisongo.ac.id/271/6/074211004_Bab5.pdf</identifier><type>Book:Book</type><language>eng</language><identifier>http://eprints.walisongo.ac.id/271/7/074211004_Bibliografi.pdf</identifier><identifier> Islamy, Izzam Izzul (2012) Madzhab Tafsir Perspektif Post-Strukturalisme (Studi Kritis atas Logosentrisme Nalar Al-Qur&#x2019;an Menurut Dekonstruksi Jacques Derrida). Undergraduate (S1) thesis, IAIN Walisongo. </identifier><recordID>271</recordID></dc>
language eng
format Thesis:Thesis
Thesis
PeerReview:NonPeerReviewed
PeerReview
Book:Book
Book
author Islamy, Izzam Izzul
title Madzhab Tafsir Perspektif Post-Strukturalisme (Studi Kritis atas Logosentrisme Nalar Al-Qur’an Menurut Dekonstruksi Jacques Derrida)
publishDate 2012
topic 297.1226 Interpretation and Criticism
url http://eprints.walisongo.ac.id/271/1/074211004_Coverdll.pdf
http://eprints.walisongo.ac.id/271/2/074211004_Bab1.pdf
http://eprints.walisongo.ac.id/271/3/074211004_Bab2.pdf
http://eprints.walisongo.ac.id/271/4/074211004_Bab3.pdf
http://eprints.walisongo.ac.id/271/5/074211004_Bab4.pdf
http://eprints.walisongo.ac.id/271/6/074211004_Bab5.pdf
http://eprints.walisongo.ac.id/271/7/074211004_Bibliografi.pdf
http://eprints.walisongo.ac.id/271/
contents Penelitian ini digunakan untuk membedah logosentrisme nalar al-Qur’an yang secara tradisi diwariskan turun-temurun (bi al-riwayah). Makna yang disampaikan Nabi, sahabat, tabi’in dan ulama menjadi sandaran (refrent), dan dianggap sebagai kebenaran akhir yang tidak boleh dikritik. Atas dasar ini terjadilah Unifikasi tafsir (monophonic exegesis) sebagai upaya melestarikan maksud Tuhan yang telah diinterpretasikan oleh Nabi. Setelah nabi wafat, otoritas tafsir diampu oleh para sahabat sebagai orang yang dianggap paling mengetahui maksud Nabi. Namun di kalangan sahabat mulai terjadi hierarki pemahaman terhadap al-Qur’an, yang menjadi rujukan utamanya yakni Khulafaur Rasidin, diikuti Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud dan seterusnya. Dan pada akhirnya di kalangan tabi’inmulai adanya klasifikasi madzhab tafsir. Klasifikasi ini terjadi karena ruang (pengajaran) tafsir yang berbeda, misalkan Ibnu Abbas yang mengamalkan tafsir di Makkah—kemudian disebut Madzhab Makkah. Pengikutnya seperti Ikrimah, Mujahid, ‘Atha’ Ibn Abu Riyah dan lainnya. Klasifikasi ini juga dipengaruhi karena struktur nalar yang dibangun masyarakat Arab bersifat kesukuan (tribal). Praktik pengamalan tafsir dalam kategori madzhab inilah pada perkembangan selanjutnya sampai ranah politis-religius dan menjadikan tafsir sebagai dalih pembenaran atas doktrin madzhabnya. Mu’tazilah merupakan contoh representatifdari madzhab ini. Menilik iklim pemikiran keagamaan dewasa ini, nalar sebagian masyarakat muslim masih berjalan dengan pola yang sama—menganggap al-Qur’an sudah selesai ditafsirkan oleh para ulama terdahulu. Mulai dari kebudayaan, sistem pemerintahan, dari segi ekonomi, sosial, politik dan lainnya harus sesuai dengan kultur Arab. Sehingga generasi selanjutnya harus menyesuaikan apa yang sudah dipikirkan. Asumsi inilah yang melatar belakangi logosentrisme pemikiran Islam di setiap aspek. Model Nalar semacam inilah yang menjadikan nalar Qur’an bersifat dogmatis, Qothi’, menutup diri dari keilmuan interdisipliner dan berulang kali gagal meretas problematika zaman. Atas dasar ini pulalah pembendaharaan model tafsir al-Qur’an mengalami stagnasi serta miskin metodologi. Dengan begitu, nalar al-Qur’an mudah dimonopoli madzhab tertentu yang sarat kepentingan. Kristalisasi nalar tak mampu mendialogkan al-Qur’an dengan realitas. Oleh karenanya dibutuhkan dekonstruksi Jacques Derrida untuk membongkar wacana logosentrisme nalar al-Qur’an. Sebab logosentrisme mengisyaratkan kebenaran absolut. Derrida berasumsi makna hanya bisa diperoleh dari interektualitas tanda.Derrida mengajak untuk melampaui strukturalisme (post-strukturalisme) sebagai kritik terhadap dominasi subyek, historisisme, makna dan filsafat. Dekonstruksi nalar Qur’an ini dilakukan untuk melihat dan membedakan aspek Islam yang universal dan aspek Islam yang bersifat lokal dan temporal, sehingga tidak menyempitkan nalar untuk memproyeksikan al-Qur’an sebagai petunjuk yang berlaku di sepanjang zaman.
id IOS2754.271
institution Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang
affiliation ptki.onesearch.id
institution_id 53
institution_type library:university
library
library Perpustakaan UIN Walisongo Semarang
library_id 93
collection Walisongo Repository
repository_id 2754
subject_area Systems, Value, Scientific Principles/Sistem-sistem dalam Agama, Nilai-nilai dalam Agama,
Islam/Agama Islam
Philosophy and Theory of Social Science/Filsafat dan Teori Ilmu-ilmu Sosial
city SEMARANG
province JAWA TENGAH
repoId IOS2754
first_indexed 2016-11-12T03:46:21Z
last_indexed 2019-10-03T05:28:41Z
recordtype dc
_version_ 1685825146803191808
score 17.608969