Daftar Isi:
  • Penyelesaian perkara pencemaran yang dilakukan oleh pers sampai saat ini masih terjadi kontroversi, yang mana terdapat dua kelompok yang saling berbeda pendapat mengenai ketentuan yang berkaitan dengan delik pers. Kelompok pertama berpendapat bahwa undang-undang pers adalah ketentuan khusus atau lex specialis dari KUHP, dimana dalam mekanisme penyelesaian permasalahan yang timbul akibat pemberitaan pers lebih mengutamakan undang-undang pers sebagai dasar hukum apabila terjadi perkara pidana yang dilakukan oleh pers. Kemudian kelompok kedua berpendapat bahwa undang-undang pers bukanlah lex specialis dari KUHP karena tidak memenuhi syarat self-contained regime dan tidak diatur pasal-pasal mengenai delik pers. Selain daripada itu, undang-undang pers masih belum lengkap dan sumir, sehingga dalam penyelesaian permasalahan pers tidak dapat sepenuhnya mengacu pada undang-undang pers untuk mengadili kasus-kasus pers. Jika kita melihat ketentuan pasal 63 ayat (2) KUHP syarat suatu undang-undang dikatakan lex specialis adalah suatu tindak pidana tidak akan diatur dalam dua aturan pidana, jika ada dua aturan yang sama maka aturan yang khusus yang akan dipakai mengenyampingkan aturan yang umum. Karena undang-undang pers tidak mengatur aturan mengenai delik pers yang diatur dalam KUHP, maka undang-undang pers bukanlah aturan yang bersifat khusus. Dengan demikian, dalam hal pertanggungjawaban pidana pencemaran nama baik oleh pers tidak diharuskan dalam penyelesaian perkaranya hanya menggunakan undang-undang pers. Artinya, penyelesaian permasalahan mengenai pertanggungjawaban pidana pencemaran nama baik oleh pers masih dimungkinkan menggunakan ketentuan pidana yang diatur dalam KUHP. Oleh karena itu, sudah saatnya dibuat reformulasi pengaturan mengenai mekanisme penyelesaian perkara pers yang memenuhi kepastian hukum dan rasa keadilan bagi masyarakat. Salah satu kemungkinan yang bisa dilakukan pemerintah adalah segera merevisi undang-undang pers agar memenuhi syarat sebagai lex specialis dari KUHP, yaitu dengan jalan mengadopsi ketentuan pasal yang terkait delik pers yang ada dalam KUHP kedalam undang-undang pers. Kemudian, dalam hal penyelesaian perkara pers hendaknya terlebih dahulu menggunakan hak jawab atau hak koreksi atau penyelesaian perkara melalui jalur hukum perdata. Apabila cara penyelesaian tersebut masih belum dapat dilaksanakan, maka proses pidana sebagai ultimum remedium dapat diterapkan terhadap pers.