OPTIMASI PEMBUATAN BIOETANOL DARI UBI JALAR PUTIH (Ipomea batatas L) SEBAGAI SUMBER ALTERNATIF BAHAN BAKAR YANG TERBARUKAN

Main Author: Nurul Izzati, dkk
Format: PeerReviewed eJournal
Bahasa: ind
Terbitan: PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA UM , 2009
Online Access: http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/pkm/article/view/4036
Daftar Isi:
  • LAPORAN PKMP OPTIMASI PEMBUATAN BIOETANOL DARI UBI JALAR PUTIH (Ipomea batatas L) SEBAGAI SUMBER ALTERNATIF BAHAN BAKAR YANG TERBARUKAN Oleh: Nurul Izzati 406332400980 2006 Rosita Yusnidar 406332401332 2006 Amrullah Hamdan 407332411989 2007 UNIVERSITAS NEGERI MALANG MALANG 2009 HALAMAN PENGESAHAN 1. Judul Kegiatan : Optimasi Pembuatan Bioetanol dari Ubi Jalar Putih (Ipomea batatas L) sebagai Sumber Alternatif Bahan Bakar yang Terbarukan 2. Bidang Kegiatan : (√) PKM-P ( ) PKM-K ( ) PKM-T ( ) PKM-M 3. Bidang Ilmu : ( ) Kesehatan ( ) Pertanian (√) MIPA ( ) Teknologi dan Rekayasa ( ) Sosial ( ) Humaniora ( ) Pendidikan 4. Ketua Pelaksana Kegiatan a. Nama Lengkap : Nurul Izzati b. NIM : 406332400980 c. Jurusan : Kimia d. Universitas : Universitas Negeri Malang e. Alamat rumah : Pernang Kec. Buer Kab. Sumbawa, NTB/081807535146 f. Alamat Email : izzahn51@yahoo.com 5. Anggota Pelaksana : 3 orang 6. Dosen Pendamping a. Nama Lengkap : Evi Susanti, S.Si., M.Si. b. NIP : 132206007 c. Alamat Rumah : Jl. Simpang Cengger Ayam No. 18 Malang/0817213198 7. Biaya Kegiatan Total : Rp. 6.000.000,00 8. Jangka Waktu Pelaksanaan : 2 bulan Menyetujui Malang, 15 Juni 2009 Ketua Jurusan Kimia Ketua Pelaksana Kegiatan Drs. Prayitno, M.Pd. Nurul Izzati NIP 130531704 NIM 406332400980 Pembantu Rektor Dosen Pendamping Kadim Maskjur Evi Susanti, S.Si., M.Si. NIP 130899262 NIP 132206007 Nurul Izzati, Rosita Yusnidar, Amrullah Hamdan Rahmadani. Optimasi Pembuatan Bioetanol Dari Ubi Jalar Putih (Ipomea batatas) Sebagai Sumber Alternatif Bahan Bakar yang Terbarukan. Laporan Akhir PKMP 2009. Dosen Pendamping: Evi Susanti, S.Si., M.Si. Abstrak: Bioetanol merupakan salah satu solusi untuk mengurangi eksploitasi minyak bumi dan masalah global warming. Penambahan bioetanol ke dalam bensin dapat meningkatkan nilai oktan kendaraan bermotor. Pembuatan bioetanol dapat dilakukan terhadap tanaman berpati, dan salah satunya adalah ubi jalar putih. Penggunaan ubi jalar putih dapat menambah ragam bahan dasar pembuatan bioetanol yang ekonomis dan mudah diperoleh. Teknik pembuatan bioetanol dilakukan dengan proses HFT (Hidrolisis Fermentasi Terpisah) dimana ubi jalar dihidrolisis secara enzimatik dengan enzim amilase dari Aspergilus niger menjadi glukosa, kemudian dilanjutkan fermentasi menggunakan Saccharomyces cereviseae menjadi bioetanol dengan kondisi optimum masing-masing. Optimasi aktivitas enzim dilakukan dengan mengetahui masa idiofase kedua mikroba, yaitu hari ke-5 masa pertumbuhan Aspergilus niger dan jam ke 18-26 untuk Saccharomyces cereviseae. Hidrolisis dilakukan dengan memvariasi jumlah sel Aspergilus niger (20-60 mL) pada hari ke-5 masa pertumbuhannya dan waktu inkubasi 1-3 jam. Hidrolisis optimum terjadi pada penambahan 50 mL dan waktu inkubasi 2 jam. Fermentasi dilakukan dengan memvariasi waktu inkubasi 2-5 hari dan jumlah sel Saccharomyces cereviseae (2;4;6;dan 8 mL) pada masa pertumbuhan 18-26 jam. Fermentasi optimum diperoleh pada waktu inkubasi 3 hari dan penambahan Saccharomyces cereviseae 4 mL. Rendemen bioetanol yang diperoleh dengan kondisi optimum adalah 136 mL/Kg ubi jalar. Keyword: bioetanol, teknik HFT, Aspergilus niger, dan Saccharomyces cerevisiae.. KATA PENGANTAR Alhamdulillah kami ucapkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya, karunia kesehatan, kekuatan, pikiran, dan barokah lainnya yang tidak akan pernah habis untuk kami sebutkan sehingga laporan dengan judul "Optimasi Pembuatan Bioetanol dari Ubi Jalar Putih (Ipomea batatas L) sebagai Sumber Alternatif Bahan Bakar yang Terbarukan" dapat terselesaikan. Proses penyusunan ini tentunya merupakan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Kadim Maskjurm selaku pembantu rektor Universitas Negeri Malang yang telah memberikan kemudahan dalam menyeleseikan laporan ini. 2. Bapak Drs. Prayitno, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Kimia atas izin yang telah diberikan untuk melaksanakan penelitian. 3. Bapak Suadi selaku Kepala Laboratorium Universitas Negeri Malang dan semua staf laboratorium yang telah membantu memperlancar penelitian sehingga laporan ini dapat terwujud. 4. Ibu Evi Susanti, S.Si., M.Si., selaku pembimbing yang dengan sabar mengarahkan, membimbing, serta memberi masukan selama penelitian. 5. Kedua orang tua kami yang selalu mendukung dan mendo'akan kami. 6. Wiji, Farina, Ardian, Anggun, dan Tuti yang banyak membantu menyelesaikan penelitian ini. 7. Teman-teman offering GG angkatan 2006 yang juga banyak membantu dalam hal peminjaman perlengkapan sehingga penelitian dapat berjalan dengan lancar. 8. Semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Kami menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, dengan penuh syukur, semoga penelitian ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya. Malang, Juni 2009 Penulis BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bahan bakar minyak (BBM) merupakan kebutuhan vital bagi manusia. Sebagian besar atau bahkan hampir semua teknologi yang digunakan menggunakan bahan bakar minyak sebagai sumber energi. BBM yang kita gunakan saat ini semakin langka. Hal ini disebabkan karena kuantitas minyak bumi pada lapisan bumi terus menipis akibat dari eksploitasi terus-menerus. Kelangkaan tersebut menyebabkan harganya tidak stabil. Selain itu, hasil pembakaran BBM saat ini tidak ramah lingkungan. Bahan bakar yang digunakan dalam kendaraan bermotor saat ini, berdampak negatif terhadap lingkungan. Dampak yang ditimbulkan yaitu polusi udara, mengganggu kesehatan manusia karena menghasilkan senyawa beracun seperti CO2, CO, HC, NOx, SPM, dan debu. Semua senyawa tersebut menyebabkan gangguan pernafasan, kanker, kemandulan, dan lain sebagainya. Fenomena ini membuat pemerintah terus berupaya untuk menemukan solusi yang tepat agar dapat teratasi. Hal tersebut menjadi inspirasi bagi para peneliti untuk terus mengembangkan bahan bakar yang ramah lingkungan dan dapat diperbaharui. Saat ini, telah ditemukan beberapa bahan bakar alternatif yang terbarukan. Pada dasarnya, para peneliti berupaya mengoptimalkan tanaman sebagai bahan dasar pembuatan bahan bakar. Dengan demikian, bahan bakar yang digunakan dapat diperbaharui dan pastinya lebih ramah lingkungan (terutama mengurangi emisi gas rumah kaca). Salah satu jenis bahan bakar alternatif dari sumber daya alam yang terbarukan yang saat ini banyak digunakan adalah biodisel. Setelah pengembangan biodisel, pengembangan bahan bakar alternatif juga diarahkan untuk membuat biogasolin, dengan komponen campurannya menggunakan bioetanol. Di berbagai negara maju dan berkembang, kini mulai beralih menggunakan bahan bakar bioetanol yang berasal dari nira tebu, bahan berpati, bahan yang berselulosa berasal dari minyak dan lemak. Mengingat bahan-bahan tersebut tersedia sangat melimpah di negara kita, maka cara ini dapat dikembangkan sebagai bahan bakar alternatif. Sumber daya alam yang dapat digunakan dan berpotensi sebagai bahan bakar alternatif dari bioetanol adalah ubi jalar. Dalam bahasa latin, ubi jalar dikenal dengan nama Ipomea batatas L. Tanaman ini tersebar dan tumbuh subur di seluruh penjuru tanah air, terutama di daerah dataran tinggi. Bagian tanaman ubi jalar yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif adalah umbinya karena banyak mengandung pati atau karbohidrat yaitu sebesar 87,78%. Kadar pati dalam ubi jalar putih dapat dikatakan sama besarnya dengan kadar pati yang ada dalam ubi kayu. Dengan demikian, ubi jalar putih dapat juga digunakan sebagai sumber bioetanol seperti halnya ubi kayu yang telah lebih dulu digunakan. Produktivitas ubi jalar cukup tinggi dibandingkan dengan beras maupun ubi kayu. Ubi jalar dengan masa panen 4 bulan dapat berproduksi lebih dari 30 ton/Ha, tergantung dari bibit, sifat tanah dan pemeliharaannya. Walaupun saat ini rata-rata produktivitas ubi jalar nasional baru mencapai 12 ton/Ha. Tetapi masih lebih besar, jika kita bandingkan dengan produktivitas gabah (+/-4.5 ton/Ha) atau ubi kayu (+/-8 ton/Ha), padahal masa panen lebih lama dari masa panen ubi jalar (http://www.iptek.co.id). Pada dasarnya, ubi jalar memiliki bebarapa varietas. Varietas tersebut antara lain ubi jalar putih, ubi jalar kuning, ubi jalar ungu, dan ubi jalar merah. Kandungan karbohidrat yang tinggi diduga akan menghasilkan kadar alkohol yang tinggi. Berdasarkan data dari Direktorat Gizi Depkes RI, (1981) bahwa kandungan karbohidrat ubi jalar putih adalah 27,90 gram, ubi jalar merah 27,90 gram, ubi jalar kuning 32,30 gram. Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa kandungan karbohidrat pada ubi jalar putih bukan yang tertinggi. Namun, pada penelitian ini menggunakan ubi jalar putih sebagai objek penelitian. Ada beberapa hal yang menjadi dasar pemikiran penggunaan ubi jalar tersebut. Hal pertama adalah jika menggunakan ubi jalar kuning, merah, atau ungu, maka diperlukan suatu proses untuk memisahkan pigmen-pigmen warna pada ubi jalar tersebut sehingga tidak efisien. Ubi jalar putih lebih mudah ditemukan di mana-mana dibandingkan dengan ubi jalar lainnya meskipun harganya sama. Dalam proses pembuatan bioetanol ini, peneliti melibatkan biakan Aspergillus niger dan Saccharomyces cereviseae. Aspergillus niger digunakan untuk mengubah karbohidrat atau pati menjadi glukosa. Sedangkan Saccharomyces cereviseae berfungsi untuk mengubah glukosa menjadi etanol. Aspergillus niger mampu hidup pada suhu relatif tinggi yaitu sampai 47oC. Selain itu, biakan ini juga mudah untuk dikembangbiakkan. Untuk Saccharomyces cereviseae, biakan ini mampu hidup pada kondisi kadar glukosa tinggi serta pertumbuhannya cepat. Penelitian untuk pembuatan bioetanol dari ubi jalar belum banyak dilakukan, bahkan tidak ada publikasi ilmiah yang membahas topik ini. Seiring dengan hal tersebut, maka masih relevan bila dilakukan penelitian tentang " Optimasi Pembuatan Bioetanol dari Ubi Jalar Putih (Ipomea batatas L) dengan Menggunakan Biakan Saccharomyces cereviceae sebagai Sumber Alternatif Bahan Bakar yang Terbarukan". 2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka penyusun membuat rumusan masalah sebagai berikut. 1. Bagaimana kondisi hidrolisis optimum untuk mengubah pati dalam ubi jalar putih menjadi glukosa dengan biakan Aspergillus niger? 2. Bagaimana kondisi fermentasi optimum untuk menghasilkan bioetanol dari ubi jalar putih? 3. Berapa rendemen alkohol yang dihasilkan dari ubi jalar putih pada keadaan optimum? 3. Tujuan Program Dari uraian perumusan masalah di atas, maka tujuan program ini adalah sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui kondisi hidrolisis optimum untuk mengubah pati dalam ubi jalar putih menjadi glukosa dengan biakan Aspergillus niger? 2. Untuk mengetahui kondisi fermentasi optimum untuk menghasilkan bioetanol dari ubi jalar putih. 3. Untuk mengetahui rendemen alkohol yang dihasilkan dari ubi jalar putih pada keadaan optimum. 4. Luaran yang Diharapkan Dari penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan bioetanol optimum setelah melalui tahapan penentuan hidrolisis dan fermentasi dalam keadaan optimal. 5. Manfaat Program 1. Etanol yang dihasilkan dapat digunakan untuk ditambahkan pada bensin sehingga menaikkan angka oktan pada bensin tersebut. 2. Bensin yang telah ditambah dengan bioetanol, hasil pembakarannya akan ramah lingkungan sehingga dapat megurangi emisi gas rumah kaca. 3. Dapat menghemat penggunaan bensin. 4. Bagi penulis, dapat melatih penerapan suatu teori dalam praktek dan menambah pengetahuan bagi peneliti. 5. Bagi masyarakat, informasi mengenai pembuatan bioetanol dari ubi jalar sehingga membuka wawasan dan peluang bisnis sebagai industri menengah. Selain itu, dapat mengetahui prospek penggunaan ubi jalar putih dalam pembuatan etanol. 6. Bagi negara dapat menyediakan kebutuhan bahan bakar bagi masyarakat dan membantu mengurangi polusi. 7. Bagi perusahaan tertentu dapat dijadikan sebagai bahan bakar alternatif yang memiliki prospek yang baik dan murah. 8. Bagi pihak lain yang berkepentingan, dapat dijadikan sebagai kajian lebih lanjut bagi penelitian selanjutnya dan memanfaatkan ubi jalar sebagai biopremium. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan bioetanol pada kendaraan biasanya menggunakan 2 jenis etanol yaitu etanol 10 (E10) yang merupakan campuran antara 10% bioetanol dan 90% bahan bakar bensin.Jenis ini dapat digunakan hampir di seluruh kendaraan keluaran terbaru. Bioetanol 85 (E85) yang merupakan campuran 85% etanol dan 15% bahan bakar bensin. Campuran ini sering disebut gasohol. Produksi bioetanol dari tanaman dan penggunaannya pada mesin mobil akan menciptakan keseimbangan siklus karbondioksida, yang berarti akan mengurangi laju pemanasan global. Pembakaran bensin yang lebih sempurna ketika dicampur bioetanol 10 % saja akan memperbaiki kualitas udara di kota-kota padat lalu lintas. Hasil pembakaran dari bioetanol berupa CO2 dan H2O. Penambahan bahan yang mengandung oksigen pada sistem bahan bakar akan mengurangi emisi gas CO yang sangat beracun dari sisa pembakaran. Pada dasarnya, ada dua tahap dalam pembuatan bioetanol. Tahap pertama adalah proses hidrolisis, dan kedua adalah fermentasi ubi jalar. Tahap hidrolisis memvariasikan waktu dan jumlah biakan Aspergillus niger. Aspergillus niger merupakan faktor yang paling mempengaruhi efisiensi hidrolisis. Dengan demikian, akan didapatkan hasil yang optimal. Sebelum proses hidrolisis ubi jalar putih dikupas dan dipotong kecil-kecil. Setelah itu, ditumbuk dan ditambah air sehingga berupa bubur kental. Jika bubur telah dingin, maka ditambahkan biakan Aspergillus niger dan dibiarkan selama waktu tertentu.. Fermentasi bertujuan untuk mengubah glukosa menjadi etanol. Dalam fermentasi, konsentrasi Saccharomyces cereviceae yang digunakan dan waktu juga merupakan faktor penting untuk meningkatkan rendemen bioetanol yang dihasilkan. Etanol yang terbentuk dari proses tersebut selanjutnya dikarekterisasi sifat fisika dan kimia. Uji fisika ada 4 jenis, yaitu uji nyala, uji indeks bias, uji berat jenis, dan uji titik didih. Untuk uji kimia, ada 3 jenis, antara lain uji besi(III) klorida (FeC13), uji lucas, dan uji serf amonium nitrat (NH4)2Ce(NO3)6. Uji besi(III) klorida (FeC13) digunakan untuk menentukan adanya hidroksil fenolik.. Uji serf amonium nitrat (NH4)2Ce(NO3)6 berfungsi untuk mengidentifikasi atau untuk mengetahui apakah sampel tersebut mengandung gugus hidroksil. Uji lucas digunakan untuk menentukan ada atau tidaknya alkohol. Ubi jalar hampir dapat ditemukan di seluruh nusantara. Tumbuhan ini sangat mudah tumbuh. Ubi jalar (Ipomea batatas L) juga memiliki manfaat yang besar bagi kesehatan manusia.Tanaman yang berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Latin ini mengandung protein, lemak, karbohidrat, kalori, serat (selulosa, pektin, hemiselulosa), abu, kalsium, fosfor, zat besi, air, karoten, vitamin (A, B1, B2, B6, C, dan E), asam nikokinat, mineral (antioksidan), magenesium, seng, selenium, dan kalium. Keistimewaan ubi jalar adalah karena mengandung beta karoten yang cukup tinggi dibandingkan dengan jenis tanaman pangan lainnya. Kandungan beta karotennya mencapai 7100 Lu. Berdasarkan data dari Direktorat Gizi Depkes RI (1981) bahwa kadar karbohidrat pada ubi jalar putih adalah 27,90 g per buah. Karbohidrat yang dikandung ubi jalar masuk dalam klasifikasi Low Glycemix Index (LGI, 54), artinya komoditi ini sangat cocok untuk penderita diabetes. Selain itu, dengan tingginya kadar karbohidrat, maka akan tinggi pula glukosa yang dihasilkan sehingga etanol yang diinginkan akan banyak pula. Pembuatan bioetanol melibatkan Aspergillus niger dan Saccharomyces cereviceae. Aspergillus niger digunakan dalam tahap hidolisis, sedangkan Saccharomyces cereviceae digunakan dalam tahap fermentasi. a. Saccharomyces cereviceae Mikroorganisme merupakan kunci keberhasilan atau kegagalan suatu fermentasi termasuk fermentasi ubi jalar dalam menghasilkan etanol. Pemilihan mikroorganisme biasanya berdasarkan jenis karbohidrat yang digunakan sebagai bahan dasar. Sebagai contoh, untuk menghasilkan etanol dari ubi jalar, digunakan Saccharomyces cereviceae. Seleksi tersebut bertujuan untuk memperoleh mikroorganisme yang dapat tumbuh dengan cepat, mempunyai ketahanan terhadap konsentrasi glukosa yang tinggi, serta mampu menghasilkan etanol dalam jumlah relatif banyak. Ada beberapa jenis mikroba lain yang mempunyai kemampuan untuk menghasilkan etanol, namun hampir 95 % fermentasi melibatkan jenis Saccharomyces cereviceae. Khamir ini dipilih karena tahan terhadap konsentrasi asam yang relatif tinggi, sampai batas tertentu. Pemanfaatan Saccharomyces cereviceae untuk pembuatan etanol dapat menghasilkan etanol 18 %-20 % (v/v) dalam keadaan optimum. b. Aspergillus niger Aspergillus niger merupakan salah satu spesies yang paling umum dan mudah diidentifikasi dari genus Aspergillus, famili Moniliaceae, ordo Monoliales dan kelas Fungi imperfecti. Aspergillus niger dapat tumbuh dengan cepat, diantaranya digunakan secara komersial dalam produksi asam sitrat, asam glukonat, dan pembuatan beberapa enzim seperti amilase, pektinase, amiloglukosidase dan sellulase (http://permimalang.wordpress.com). Aspergillus niger dapat tumbuh pada suhu 35oC-37oC (optimum), 6oC-8oC (minimum), 45oC-47oC (maksimum). Aspergillus niger memiliki bulu dasar berwarna putih atau kuning dengan lapisan konidiospora tebal berwarna coklat gelap sampai hitam. Kepala konidia berwarna hitam, bulat, cenderung memisah menjadi bagian-bagian yang lebih longgar dengan bertambahnya umur. Konidiospora memiliki dinding yang halus, hialin namun berwarna coklat. Pertumbuhan Aspergillus niger berhubungan langsung dengan zat makanan yang terdapat dalam substrat. Molekul sederhana yang terdapat disekeliling hifa dapat langsung diserap sedangkan molekul yang lebih kompleks harus dipecah dahulu sebelum diserap ke dalam sel, dengan menghasilkan beberapa enzim ekstra seluler. Bahan organik dari substrat digunakan oleh Aspergillus niger untuk aktivitas transport molekul, pemeliharaan struktur sel, dan mobilitas sel Etanol memiliki beberapa sifat fisika. Menurut Parlan (2003) bahwa "alkohol monohidroksi (1 sampai dengan 4 atom C) berupa cairan yang tidak berwarna dan dapat larut dalam air dengan segala perbandingan. Dari pernyataan ini, dapat disimpulkan bahwa etanol yang hanya memiliki 2 atom C merupakan cairan yang tidak berwarna dan dapat larut dalam air. Pada umumnya, senyawa organik yang merupakan senyawa kovalen mempunyai titik didih rendah, sehingga mudah didihkan. Dengan demikian, diduga bahwa etanol memiliki titik didih rendah. Jika etanol yang terbentuk dimasukkan sedikit ke dalam sebuah wadah kemudian dibakar maka akan menyala. Hal ini menandakan bahwa alkohol yang terbentuk adalah etanol. Secara kimia, jika bioetanol diuji dengan serf amonium nitrat (NH4)2Ce(NO3)6 akan terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah atau coklat. Dari uji ini, alkohol yang dihasilkan ada 3 macam yaitu dilihat dari pembentukan larutan berawan atau pemisahan larutan menjadi 2 lapisan. Alkohol tersier bereaksi dalam waktu 1 menit. Alkohol sekunder bereaksi setelah 5 menit. Sedangkan alkohol primer tidak bereaksi. Alkohol yang tidak bereaksi ditandai dengan larutan tetap jernih dan tidak terpisah setelah 1 jam. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa fermentasi ubi jalar dapat menghasilkan alkohol. BAB III METODE PENELITIAN 1. Variabel Penelitian Variabel-variabel penelitian pada percobaan optimasi tahap sakarifikasi yaitu: (1) variabel terikat adalah jumlah glukosa yang dihasilkan, (2) variabel kontrol adalah jumlah ubi jalar putih, dan (3) variabel bebas adalah jumlah Aspergillus niger, jumlah Saccharomyces cereviseae, waktu sakarifikasi, dan waktu fermentasi. 2. Obyek Penelitian Obyek penelitian adalah ubi jalar putih yang diperoleh di BALITKABI (Balai Latihan Tanaman Umbi-umbian dan Kacang-kacangan), Jalan Raya Kendal Payak Kabupaten Malang, dan ubi dibeli pada bulan Maret 2009. 3. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan suatu penelitian yang bersifat eksperimental laboratorium dilakukan di Laboratorium kimia FMIPA UM antara bulan Maret-Mei 2009. Tahapan penelitian, yaitu: (1) pembuatan kurva pertumbuhan mikroba yang digunakan, (2) preparasi ubi jalar, (3) penentuan kondisi sakarifikasi optimum meliputi jumlah biakan Aspergillus niger dan waktu sakarifikasi, (4) penentuan kondisi fermentasi optimum meliputi jumlah biakan Saccharomyces cereviseae dan waktu fermentasi, dan (5) identifikasi bioetanol yang dihasilkan. Kondisi sakarifikasi optimum ditentukan berdasarkan jumlah glukosa yang dihasilkan. Penentuan glukosa mengunakan metode Somogy-Nelson. Pengukuran kadar alkohol untuk menentukan rendemen bioetanol mengunakan alat alkoholmeter. Diagram alir penelitian selengkapnya terdapat di Lampiran 1. BAB IV PELAKSANAAN PROGRAM 1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Negeri Malang dari bulan Maret-Mei 2009. 2. Tahapan Pelaksanaan Tahapan pelaksanaan kegiatan penelitian ini tersaji dalam Tabel di bawah ini. Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian No. Kegiatan Waktu Maret April Mei 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1. Penyiapan alat dan bahan 2. Peremajaan biakan 3. Pembuatan kurva pertumbuhan 4. Penentuan kondisi hidrolisis 5. Penentuan Kondisi fermentasi 6. Penentuan rendemen alkohol 7. Karakterisasi alkohol 8 Penyusunan laporan 3. Instrumen Pelaksanaan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: (1) Peralatan gelas seperti gelas piala 50, 100, 1000 dan 2000 mL; erlenmeyer 250 mL; gelas ukur 5, 10, dan 25 mL; gelas alroji, corong kaca, pengaduk, tabung reaksi, alkohol meter, dan pipet tetes, (2) Alat penunjang lain seperti 1 set alat destilasi pemanas listrik, kertas saring ukuran 1 mikron, timbangan, sumbat karet atau gabus, kapas, aluminium foil, enkas, autoklaf, dan oven. 4. Rancangan dan Realisasi Biaya Realisasi biaya yang digunakan pada penelitian ini totalnya adalah sebesar Rp. 5.566.800. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 2. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kurva Pertumbuhan Aspergillus niger dan Saccharomyces cereviceae Aspergillus Niger akan tumbuh dengan baik pada media yang mengandung kadar gula dan garam yang cukup tinggi (Tadeu, 2006) Tabel 2. Pertumbuhan Aspergillus niger dan Saccharomyces cereviceae Aspergillus niger Saccharomyces cereviceae Waktu (hari) Berat Kering (gram) Waktu (jam) Turbidan (Densitas) 1 2 3 4 5 6 7 8 0,098 0,152 0,238 0,266 0,298 0,301 0,238 0,201 2 6 10 12 18 26 34 38 0,01 0,10 0,21 0,82 1,60 1,62 1,19 0,60 Hari pertama dan kedua Aspergillus niger berada pada fase lag, sedangkan untuk Saccharomyces cereviceae fase lag terjadi selama 6 jam. Fase ini terjadi penyesuaian diri mikroba yang memerlukan enzim untuk penguraian nutrien yang terdapat di dalam lingkungan baru (Tarigan, 1998:131). Akhir fase ini sel akan mulai membelah diri. Hari ke-2 hingga ke-3 pertumbuhan Aspergillus niger mengalami fase logaritmik sedangkan Saccharomyces cereviceae terjadi pada jam ke-6 hingga jam ke-18. Pada fase ini mikroba sedang aktif melakukan metabolisme (Tarigan, 1998:132). Tahap ini sangat sesuai untuk memanen mikroba agar dapat mengubah substratnya secara optimum. Tabel di atas menunjukkan bahwa pada hari ke-4 hingga ke-6 Aspergillus niger memasuki fase stasioner, sedangkan pada Saccharomyces cereviceae terjadi dari jam ke-18 hingga jam ke-26. Pada fase sudah tidak terjadi perkembangan lagi . Darkuni (2001) menjelaskan bahwa pada fase ini sel menjadi kecil karena sel tetap membelah walaupun ketersediaan nutrisi pada medium sudah sangat berkurang. Sisa hari dan jam seperti pada Tabel di atas menunjukkan bahwa kedua mikroba mulai fase kematian. Pada fase ini terjadi akumulasi bahan yang bersifat racun. Nutrisi yang diperlukan menjadi sangat berkurang sehingga sel kekurangan energi. Akibatnya, banyak sel yang mengalami kematian. Dari Tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa waktu pemanenan sel dilakukan pada akhir fase logaritmik hingga awal fase stasioner. 2. Kondisi Hidrolsis optimum dengan biakan murni Aspergillus niger Hasil penelitian tentang kondisi hidrolisis optimum dapat dilihat pada Tabel di bawah ini. Tabel 3. Kondisi Hidrolisis Optimum Dengan Biakan Murni Aspergillus niger dan Saccharomyces cereviceae Volume A. niger (mL) Jumlah Glukosa (gram) Waktu (jam) Jumlah Glukosa (gram) 20 30 40 50 60 0,04 0,05 013 0,18 0,06 1 1,5 2 2,5 3 0,04 0,06 0,10 0,05 0,04 Tabel 3. menunjukkan jumlah biakan Aspergillus niger dengan variasi konsentrasi 20 mL sampai 50 mL mengalami kenaikan kadar glukosa yang sangat tinggi. Aspergillus niger dalam media yang mengandung amilum (bubur ubi jalar) menghasilkan amilase. Jumlah Aspergillus niger yang terlibat dalam proses sakarifikasi sebanding dengan jumlah amilase yang dihasilkan. Semakin banyak jumlah Aspergillus niger maka aktivitas amilase semakin tinggi. Jika aktivitas amilase meningkat dan jumlah substrat tetap maka jumlah kadar glukosa yang dihasilkan akan semakin tinggi. Akan tetapi, pada jumlah biakan Aspergillus niger diatas 50 mL (60 mL) menunjukkan hal yang berlawanan karena jumlah glukosa mengalami penurunan yang sangat tajam. Hal ini disebabkan karena jumlah Aspergillus Niger yang terlalu banyak. Pada kondisi tersebut menyebabkan terjadi perebutan makanan antara Aspergillus niger yang jumlahnya sangat banyak, sehingga produksi amilase kurang optimal. Bahkan dimungkinkan juga terjadi autolisis Aspergillus niger. Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan hal yang sebaliknya, waktu sakarifikasi di atas 2 jam mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah glukosa yang sangat tajam. Hal ini disebabkan karena proses sakarifikasi pada percobaan ini mengunakan mikroba yang menghasilkan amilase (Aspergillus niger) bukan langsung mengunakan enzim amilase. Akibatnya metabolisme Aspergillus niger akan mempengaruhi waktu sakarifikasi. Waktu sakarifikasi yang terlalu lama akan mengakibatkan penguraian glukosa yang telah terbentuk, menjadi zat lain yang lebih sederhana sambil menghasilkan energi. Oleh sebab itu jumlah glukosa akan menurun karena digunakan Aspergillus niger sebagai sumber energi, 3. Kondisi Hdrolisis Optimum dengan Menggunakan Saccharomyces cereviceae Tabel 4. Kondisi Hidrolisis Optimum Produksi Bioetanol Volume S. cereviceae (mL) Rendemen Bioetanol (mL/kg) Waktu Fermentasi (jam) Rendemen Bioetanol (mL/kg) 2 4 6 8 89,7 135,7 48,6 16,4 2 3 4 5 80,0 130,0 54,4 32,4 Laju Reaksi bergantung pada jumlah benturan antara partikel-partikel enzim dengan substrat. Semakin tinggi konsentrasi enzim, maka akan semakin banyak bioetanol yang dihasilkan (Salisbury, 1992). Dari Tabel 4 di atas didapatkan bahwa kondisi optimum penentuan bioetanol adalah dengan menggunakan volume Saccharomyces cereviceae 4 mL selama 3 jam, namun semakin banyak volume Saccharomyces cereviceae dan semakin lama waktu fermentasi semakin menurun produksinya. Banyaknya jumlah biakan yang ditambahkan dalam jumlah substrat yang tetap menyebabkan terjadi persaingan hidup yang ketat. Hal ini menyebabkan metabolisme glukosa menjadi alkohol kurang optimal karena banyaknya ragi yang mati. Jadi, pada kondisi tersebut terjadi "kanibalisme" sehingga jumlah sel yang hidup semakin sedikit dan aktivitas ragi untuk mengkonversi glukosa menjadi etanol semakin berkurang. Selain itu, dalam waktu yang semakin lama diindikasikan terjadinya penguraian alkohol yang telah terbentuk. Alkohol dalam waktu yang lama akan teroksidasi menjadi asam asetat. Menurut Prescott (1959) reaksi yang terjadi saat fermentasi alkohol berlangsung dalam waktu yang lama adalah sebagai berikut. C6H12O6 + khamir → 2C2H5OH + 2CO2 Glukosa etanol C2H5OH + O2 → CH3COOH + H2O BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Jumlah biakkan Aspergillus Niger optimum yang diperlukan untuk menghasilkan glukosa adalah 0,298 gram berat kering yang diperoleh dari 50 mL biakan Aspergillus Niger pada akhir fase log. Jumlah biakan mikroba tersebut dapat menghasilkan 0,184 gram glukosa dari 100 gram tepung ubi jalar putih. 2. Waktu optimum untuk sakarifikasi 100 gram tepung ubi jalar putih menggunakan jumlah biakan Aspergillus Niger yang optimum adalah 2 jam. 3. Fermentasi menggunakan biakan Aspergillus Niger optimum dan waktu optimum, maka rendemen bioetanol yang dihasilkan dari ubi jalar putih adalah 303 mL/kg. DAFTAR PUSTAKA Amin, Sarmini, dkk. 2003. Membandingkan Emisi Gas Buang Bahan Bakar Solar dan Biodiesel. (http://www.pajak.go.id./benta/produsen-mobil-minta-insentif-kembangkan-biofuel, diakses 19 November 2007). Amri, Idral. 2005. Dilema Biofuel sebagai Energi Alternatif . (http://www.riauinfo.com/main/news.php?c=13&id=460. diakses 21 November 2007). Anonim. 2007. BBM Itu Bisa dari Singkong, Minyak Jarak, atau Kelapa Sawit. (http://www.bppt.go.id/index.php?option=comcontent&task=view&id=1340&itemid=30, diakses 15 November 2007). Anonim. 2006. Membangun Industri Beoetanol Nasional sebagai Pasokan Energi Berkelanjutan dalam Menghadapi Krisis Energi Global. (http://id.wikipedia.org/wiki/biofuel, diakses 21 November 2007). Day, R.A.Jr dan Underwood,A.L. 1986. Kimia Analisis Kuantitatif. Jakarta : Erlangga. Faizah, Nisfatul. 2004. Analisis Sifat Fisika dan Kimia Pati Ubi Jalar Varietas Ayamurasaki dan Pekhong. (http://digilib.ums.ac.id/go.php?id=jiptummpp-gdl-s1-2004-Nisfatulfa.122, diakses 19 November 2007). Fardiaz, S. 1998. Fisiologi Tumbuhan. Bogor: Pusat Antar IPB. Darkuni, M Noviar. Tanpa Tahun. Mikrobiologim"Pertumbuhan Bakteri". Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang. Komang, Hermin. 2004. Evaluasi Daya Hidrolitik Enzim Glukoamilase dari Filtrat Kultur Aspergillus Niger. Kendari: Jurusan Kimia FMIPA UNHALU. Kritoyo. 2002. Pengaruh Konsentrasi Gula Reduksi dan Inkubasi Saccharomyces cerevisiae pada Proses Fermentasi Kulit Nanas. Malang: Jurusan Biologi FMIPA Universitas Brawijaya. Kumalasari, Rima dan Yulianti, Astrini. 2008. Analisis Tekno Ekonomi Pendirian Usaha Pasta Padat Dari Ubi Jalar (Ipomoea batatas poir) di Kabupaten. Zuraida, Nani dan Supriati, Yati. 2001. Usahatani Ubi Jalar sebagai Bahan Pangan Alternatif dan Diversifikasi Sumber Karbohidrat. Jurnal Vol 4(1). Maksum, Muhammad. 2006. Kembangkan Biofuel Berbahan Baku Tetes Tebu, Jarak Pagar, Ubi Kayu dan Jagung. (http://www.d-infokom-Jatim.go.id/News.php/id9367, diakses 15 November 2007). Marfuah, Siti. 2004. Petunjuk Praktikum Kimia Organik II. Malang: Jurusan Kimia FMIPA UM. Maryami, Tri. 2003. Petunjuk Praktikum Kimia Organik I. Malang: Jurusan Kimia FMIPA UM. Nurdyastuti, Indyah, 2005. Teknologi Proses Produksi BIO-ETHANOL. (http://Geocities.com/markal_bppt/publish/biofbbm/biindy.pdf, diakses 19 November 2007). Panca, Setia. 2005. Gasohol BE 10. Bahan Bakar Minyak Alternatif Karya BPPT. (http://www.bisnis.com/pls-portal-30/urt/page/beparticle, diakses 15 November 2007). Parlan. 2003. Kimia Organik I. Malang: Jurusan Kimia FMIPA UM. Pertamina. 2004. Bensin Ramah lingkungan. (http://www.Pertamina.com, diakses 17 November 2007). Ramelan, Rahardi. 2005. BBM Alternatif Energi dan Transportasi. (Error! Hyperlink reference not valid., diakses 15 November 2007). Santoso, Tri. 2001. Fermentasi Etanol dari Tetes Tebu dengan Penambahan Faksi Gula Reduksi Sisa Desugarisasi Tetes. Malang: Jurusan Biologi. FMIPA. Universitas Brawijaya. Suwono, Hadi. 2001. Petunjuk Praktikum Biokimia. Malang: Jurusan Biologi FMIPA UM. Tadeu, Gener. 2006. Solubiliza Of CaHPO4 and AlPO4 by Aspergullus Niger Cultur Media With Diferent Carbon And Nitrogen Sources. Brazil: Jurnal Mikrobiogi. Wahyudi, dkk, 2002. Kimia Organik II Edisi Revisi. Malang: Jurusan Kimia FMIPA UM. Widodo. 1989. Budidaya Ubi Jalar. Jakarta: PT Gramedia. Winarno F.G. 1986. Enzim Pangan, Jakarta: PT Gramedia. Yenny. 2002. Karakter Branching Enzyme dari Aspergullus Niger. Malang: Jurusan Biologi FMIPA Universitas Brawijaya. Lampiran 1. Dokumentasi Proses Penelitian Peremajaan A. niger dan S. cerevisiae Inokulasi A. niger dalam media padat A. niger dalam media cair S. cerevisiae dalam media cair S. cerevisiae dalam media padat Preparasi ubi jalar putih Hasil optimasi sakarifikasi variasi jumlah A. niger Alkoholmeter Spektronik 20 Proses Destilasi Lampiran 2. Perincian Alokasi Dana NO NAMA BARANG JUMLAH HARGA SATUAN (Rp) JUMLAH HARGA (Rp) NOMOR NOTA 1 Biakan Aspergillus niger 4 tabung 150.000 600.000 1,2,3 2 Biakan Saccharomyces c 4 tabung 150.000 600.000 1,2,3 3 Nutrien Agar 100 g 4.500 450.000 4 Kentang 2 Kg 3.000 6.000 21 5 Ubi Jalar Putih 10 Kg 3.000 30.000 19 6 Glukosa 100 g 850 85.000 9,11,13,16,34,43 7 Yeast Ekstrak 10 g 4.500 45.000 9,46 8 KCl 10 g 800 8.000 9,11,13,34 9 NH4Cl 10 g 850 8.500 9,13,34 10 CaCl2 20 g 700 14.000 9,11,13,34 11 MgSO4.7H2O 10 g 1.500 15.000 9,11,13 12 Agar 100 g 850 85.000 9,13,34 13 NaOH 100 g 850 85.000 9,13,25,34 14 HCl 2 N 50 mL 700 35.000 9,34 15 Al3PO4 20 g 5.000 100.000 38,46,47 16 Media NA + YE 2 kali 67.000 134.000 33 17 Na2CO3 50 g 750 37.500 13,25,30 18 CuSO4 40 g 2.500 100.000 25,28 19 NaHCO3 40 g 900 36.000 28,30 20 Na2SO4 anhidrat 150 g 750 112.000 28,30 21 Ragi Tape 10 g 500 5.000 30 22 Ragi Roti 100 g 100 10.000 30 23 FeCl3 20 g 3.500 70.000 28,36 24 Garam Rosel 100 g 850 85.000 6,28,30 25 Spirtus 8 L 15.000 120.000 6,24,25,28 26 Alkohol Teknis 3 L