Pendapat para lembaga tentang legalisasi aborsi bagi korban pemerkosaan (studi atas Peraturan Pemerintah No 61 tahun 2014)

Main Author: Yuliansyah Dwi Kismanto
Other Authors: Moh Ali Wafa
Format: bachelorThesis
Bahasa: ind
Terbitan: Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Subjects:
Online Access: http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/46635
Daftar Isi:
  • xi, 55 Hlm; 21 cm
  • Adapun tujuan dari penelitian ini adalah Mendeskripsikan pendapat para lembaga, yang mana para lembaga tersebut ialah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Komisi Perlindungan Anak (KPAI), dan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Tentang Legalisasi Aborsi Bagi Korban Pemerkosaan Dan Mendeskripsikan Urgensitas Penyusunan Peraturan Pemerintah No 61 Tahun 2014 Tentang Reproduksi Kesehatan pasal 31 yang membolehkan aborsi akibat korban pemerkosaan. Penelitian ini menggunakan jenis kualitatif dengan pendekatan sosiologi hukum. Kriteria yang di dapatkan berupa data primer yaitu hasil wawancara dengan PB IDI, KPAI dan MUI dan data sekunder melalui studi pustaka. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara, studi dokumentasi dan studi pustaka, yang semua menjawab permasalahan penelitian tentang aborsi bagi korban pemerkosaan Hasil penelitian menurut Peraturan Pemerintah No 61 tahun 2014 tentang kesehatan reproduksi, yang mana di dalam pasal 31,32 tersebut memperbolehkan aborsi bagi korban pemerkosaan, namun tidak semua lembaga sepakat dengan Peraturan Pemerintah tersebut, contohnya Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) sangat menolak dengan adanya Peraturan Pemerintah tersebut, karena Peraturan Pemerintah tersebut akan menjadi celah hukum bagi wanita hamil disebabkan oleh zina untuk melakukan aborsi dan dilindungi negara, selain PB IDI yang menolak PP tersebut ialah KPAI, KPAI tidak menemukan unsur yang cukup layak untuk membenarkan penghilangan nyawa terhadap seorang anak hanya karena dikandung akibat pemerkosaan, sebab sejak keberadaan didalam kandungan terdeteksi, seorang anak memiliki hak hidup yang diatur oleh undang-undang, MUI setuju dengan PP 61 tahun 2014, Menurut MUI aborsi kehamilan akibat perkosaan dikategorikan sebagai hajat. Hajat menempati posisi lebih rendah dari darurat namun masih diutamakan karena adanya syarat tertentu. Adapun urgensitas PP 61 tahun 2014 ialah Melindungi hak seorang wanita, Melindungi kaum perempuan yang rentan terhadap diskriminasi dan pelecehan. Wanita yang melakukan aborsi akibat korban pemerkosaan merasakan haknya sudah terlindungi, hak atas tubuhnya akibat korban pemerkosaan.