Aplikasi Akad Rahn Pada Pegadaian Syariah

Main Authors: Roficoh, Luluk Wahyu, Ghozali, Mohammad
Format: Article info application/pdf Journal
Bahasa: ind
Terbitan: Universitas Muhammadiyah Surabaya , 2018
Online Access: http://journal.um-surabaya.ac.id/index.php/Mas/article/view/1736
http://journal.um-surabaya.ac.id/index.php/Mas/article/view/1736/1535
Daftar Isi:
  • Rahn merupakan salah satu akad yang diberlakukan dalam usaha pegadaian syariah di Indonesia, selain sebagai akad konsep rahn juga merupakan nama produk di Pegadaian Syariah. Pegadaian syariah adalah pegadaian yang dalam menjalankan operasionalnya berpegang teguh kepada prinsip syariah. Gadai syariah dalam hal pemenuhan prinsip-pripsip syariah berpegang pada Fatwa DSN MUI No. 25/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn, Fatwa DSN MUI No. 26/DSN-MUI/III/2002 tentang gadai emas, Fatwa DSN MUI No. 68/DSN-MUI/III/2008 tentang Rahn Tasjily, Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000. Pembentukan Pegadaian Syariah selain karena tuntutan idealisme juga disebabkan oleh keberhasilan terlembaganya bank, BMT, BPR dan asuransi syariah, maka pegadaian mendapat perhatian untuk dibentuk di bawah naungan suatu lembaga tersendiri. Aspek syariah tidak hanya menyentuh bagian operasionalnya saja, pembiayaan kegiatan dan pendanaan bagi nasabah, harus diperoleh dari sumber yang benar-benar terbebas dari unsur riba. Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia menerapkan berbagai macam produk dan akad dalam menjalankan kegiatan usahanya, salah satu produknya adalah akad rahn yang ada di Pegadaian Syariah, adanya kebebasan untuk mendesain bentuk akad akan memberikan keberagaman produk, Namun demikian analisis fiqh dilakukan untuk menghindari hal-hal yang dilarang, mrngingat salah satu kaidah dalam ushul fiqh adalah pada dasarnya semua transaksi diperbolehkan kecuali ada dalil yang jelas melarangnya. Berdasarkan rukun akad rahn secara praktik mulai dari marhun, marhun bih, shighah, dan ‘aqidaini sudah sesuai dengan dengan teori syariah, tetapi masih ada beberapa hal yang harus diperjelas untuk mendapatkan praktik yang benar secara teori syariah. Yaitu tentang pemanfaatan barang gadai yang belum dijelaskan secara rinci tentang pemanfaatan dari pihak rahin maupun dari pihak murtahin.